Setelah 20 Tahun Mati Suri, Seni Rapai Bruek Kembali Muncul Dalam Perayaan Maulid Nabi di Juli, Bireun

Penulis : Penulis
Editor : Tim Editor Marjinal
Sep 20, 2024 02:23
0

Setelah 20 Tahun Mati Suri,  Seni Rapai Bruek Kembali Muncul Dalam Perayaan Maulid Nabi di Juli, Bireun
Rapai Bruek Sanggar Juli Ban Keumang , tampil dalam acara Maulid di Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli KAbupaten Bireun, (16/9) - Foto : Ist

" Syech Abdurrauf ngon rakan-rakan, bulat pikiran giat sekata, pakiban Aceh ngat kong iseulam, rot kesenian peukong agama"."

Syair itu terdengar dari atas panggung sederhana yang digelar di pelataran halaman Meunasah (Surau) Desa Juli Mee Teungoh Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen, Senin malam (16/9/24).

Dua barisan anak-anak usia Sekolah Dasar, berpakaian ala melayu membenturkan batok kelapa (Bruek) yang ada di kedua tangannya. Benturan itu menghasilkan harmoni nada yang mengiringi syair-syair berisi pesan agama islam, sesekali mereka membuat gerakan yang sepintas mirip Saman tari khas tradisional Aceh.

Perpaduan syair, musik dan gerak tari  yang terbilang langka ini menghasilkan seni yang mampu memukau ratusan penonton yang hadir menyaksikan pertunjukan itu.

“ Ini seni Rapai Bruek” ungkap Teungku di Balee pimpinan balai pengajian Nurul Huda desa setempat.

Teungku di Balee adalah pembina  seni Rapai Bruek Sanggar Juli Ban Keumang yang baru saja  tampil di panggung, mereka adalah santri  balai pengajian Nurul Huda generasi ke-6 pewaris seni ini sementara Teungku di Bale sendiri adalah generasi ketiga.

Rapai Bruek Sanggar Juli Ban Keumang tampil sebagai bagian  acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1446 H tahun 2024 di Desa Juli Mee Teungoh

“ Ini penampilan perdana Seni Rapai Bruek Sanggar Juli Ban Keumang setelah tampil terkahir kali 20 tahun lalu pada malam tanggal 26 Desember 2004 di Gampong Uteun Gathom Kecamatan Peusangan, yang sekarang menjadi Kecamatan Peusangan Selatan” tutur Teungku di Bale.

Atraksi budaya yang hampir punah ini di dukung oleh  Keuchik Juli Mee Teungoh , Fakhrurazeki yang juga pemain dari Rapai Bruek pada kisaran tahun 2002 silam.

Menurut Teungku di Balee berdasarkan cerita neneknya , Rapai Bruek ini sudah ada sejak tahun 1976, namun tak lagi berkembang bahkan hampir dilupakan oleh generasi muda sekarang, karena itu  ia berharap seni ini dapat dilestarikan untuk generasi berikutnya dan bisa menjadi budaya tradisi di desa.

Senada dengan Teungku di Bale, Ali Mursalan, S.Pd, atau kerap di sapa Alan Kiteng alumni Pendidikan Sendratasik FKIP Unsyiah, yang juga pegiat budaya berharap Rapai Bruek ini bisa dapat di kembangkan dan dilestarikan, karena tidak menutup kemungkinan bahwa Rapai ini bisa menjadi kesenian khas Kabupaten Bireuen.

"Rapai Bruek ini sudah ada sejak 1970-an, dimana sekarang ini, Rapai Bruek hilang di kalangan masyarakat, dengan perform Rapa'i Bruek malam ini semoga InsyaAllah Rapa'i Bruek akan terus ada dan berkembang" pungkasnya. [zulsyarif]