Bukan Bebas, Tapi Ditangguhkan: Mengenal Hak Penangguhan Penahanan di KUHAP
Banyak masyarakat beranggapan bahwa seseorang yang ditahan oleh aparat penegak hukum harus tetap berada di balik jeruji hingga kasusnya diputus pengadilan. Padahal, hukum acara pidana Indonesia memberi ruang bagi tersangka atau terdakwa untuk tidak ditahan sepenuhnya, asalkan memenuhi syarat tertentu.
Hal ini diatur dalam Pasal 31 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang menyebutkan bahwa atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum dengan persetujuan hakim dapat memberikan penangguhan penahanan.
Artinya, seseorang yang ditahan bisa dikeluarkan sementara dari tahanan, namun tetap dalam pengawasan hukum. Penangguhan ini bukan pembebasan penuh, melainkan bentuk kelonggaran hukum dengan syarat yang harus dipatuhi.
Syarat penangguhan penahanan dapat berupa jaminan uang, jaminan orang, atau kewajiban lapor diri secara berkala. Jika syarat tersebut dilanggar, penangguhan dapat dicabut kapan saja oleh pihak berwenang.
Permohonan penangguhan penahanan biasanya diajukan secara tertulis oleh tersangka, keluarganya, atau kuasa hukumnya kepada penyidik, penuntut umum, atau hakim tergantung pada tahap proses perkara. Dalam praktiknya, permohonan lebih mungkin dikabulkan bila tersangka bersikap kooperatif, tidak melarikan diri, serta tidak menghilangkan barang bukti.
Melalui Pasal 31 KUHAP, negara berupaya menyeimbangkan antara kepentingan penegakan hukumdan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Prinsipnya, seseorang tetap dianggap belum bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Dengan memahami ketentuan ini, masyarakat diharapkan semakin sadar bahwa penahanan bukanlah satu-satunya cara untuk menegakkan hukum. Hukum juga menjamin hak-hak tersangka agar tetap dihormati selama proses peradilan berlangsung.

