Nasib Manuskrip Kuno Aceh di Padang

Nasib Manuskrip Kuno Aceh di Padang
Hermansyah, M. Th., MA. Hum., Dosen UIN Ar-Raniry, Filolog dan Ketua Manassa Aceh - Foto: Koleksi Pribadi
Nasib Manuskrip Kuno Aceh di Padang

"Nasib naskah-naskah kuno di Padang masih memprihatinkan, masih banyak kondisinya rusak, lembap dan dimakan rayap. Tentu juga naskah-naskah Aceh, baik karya ataupun pengarangnya. Naskah-naskah di sini belum dikonservasi dan restorasi..."

 

Pagi hari itu cukup cerah, bahkan terik panas matahari lebih  awal muncul dari biasanya. Sejak bulan Ramadhan hingga pertengahan Syawal belum pernah hujan, mendungpun tak kunjung menunjukkan tanda-tandanya. Namun kegiatan surau sudah dipenuhi para pengunjung yang ingin berziarah ke makam Syekh Burhanuddin Ulakan, seorang ulama tersohor penyebar Tarekat Syattariyah di Pariaman, Padang.

Salah satu surau yang dikunjungi oleh penziarah adalah Surau Pondok Ketek, Ulakan Pariaman. Di surau ini, tersimpan ratusan teks naskah dalam beragam bidang ilmu, terutama bidang keagamaan dan tata bahasa. Selain itu, pemilik dan perawat manuskrip di surau ini adalah Tuanku Khalifah XV, Buya Heri Firmansyah.

Perjalanan dari Kota Padang ke surau ini membutuhkan waktu 1 jam lebih. Sesampainya kami di sana sudah banyak jamaah dari luar kota, mereka biasanya berziarah ke makam Syekh Ulakan yang berjarak beberapa kilometer dari surau tersebut. Kegiatan di surau ini selain pengajian, ceramah dan mendengar kisah perjuangan ulama-ulama Ulakan.

Tim kami harus menunggu lebih dari dua jam di rumah Buya tersebut, mengingat jamaah dari luar kota lebih awal sampai di tempat. Tim peneliti yang terdiri  dari BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) dengan Universitas Andalas dan Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry terkait dengan moderasi beragama dari sumber-sumber manuskrip di Sumatera dengan lokasi penelitian Padang dan Aceh. Penelitian kolaborasi yang melibatkan eksternal lembaga adalah salah satu program utama penelitian BRIN dengan universitas-universitas di Indonesia.

Setelah sekian lama menunggu dan berdiskusi Dr. Pramono, dosen Universitas Andalas dan pengurus Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara) Pusat dan Khairullah dari Manassa Komisariat Padang, yang juga tergabung dalam Komunitas Suluah di Padang. Akhirnya pimpinan surau hadir setelah memimpin aktivitas pengajiannya.

 Foto: Koleksi Pribadi

Surau Pondok Ketek di Pariaman menyimpan beberapa naskah kuno yang merupakan warisan leluhur sebelumnya. Terdapat beberapa tema naskah dan termasuk Alquran berjuz. Diskusi kami sangat panjang, mulai dari sejak awal kepemimpinannya hingga bagaimana proses naskah-naskah itu masih bertahan di sana.

Naskah-naskah di surau ini sudah diindeks dan diinventarisasi koleksinya, walaupun belum dilakukan restorasi dan termasuk mendigitalkan kandungan isi naskah. Dua program akhir tampaknya harus segera dilakukan melihat kondisi naskah koleksi tersebut mulai rusak akibat kondisi alam, lembap dan dimakan rayap.

Pada akhirnya kami tertuju pada satu naskah yang cukup tebal, masih utuh dengan sampulnya. Di dalamnya terkandung beberapa teks, termasuk tentang naskah Syair Ruba’i Hamzah Fansuri yang dikarang oleh Syamsuddin bin Abdullah As-Sumatra’i. Namun tidak diketahui masa penulisan atau penyalinan teks ini mengingat tidak ada informasi di kolofon (bagian akhir) teks.

Sebagaimana diketahui, Syekh Syamsuddin bin Abdullah as-Sumatra’i adalah murid dan sekaligus teman Hamzah Fansuri. Ulama dan Syaikhul Islam tersebut memiliki peran penting pada masa pemerintahan Iskandar Muda. Ia pun syahid pada tahun 1630 saat penyerangan Portugis di Malaka.

Ketenaran dan kedalaman ilmu tasawuf, Syekh Syamsuddin bin Abdullah As-Sumatra’i diakui oleh Syekh Nuruddin Ar-Raniry dalam kitabnya Bustanus Salatin, meskipun keduanya tidak berjumpa karena periode yang berbeda.

Ternyata, naskah yang tersimpan di surau tersebut adalah salah satu bagian dari sekian banyak manuskrip-manuskrip ulama Aceh yang ada di tanah Minang. Tentu saja, Negeri Minangkabau, Padang dengan Negeri Serambi Mekkah, Aceh memiliki hubungan kuat secara keilmuan.

Nasib naskah-naskah kuno di Padang juga masih memprihatinkan, masih banyak kondisinya rusak, lembap dan dimakan rayap. Tentu juga naskah-naskah Aceh, baik karya ataupun pengarangnya. Naskah-naskah di sini belum dikonservasi dan restorasi. Semoga ke depan Pemerintah Aceh mau mengidentifikasi bahkan membackup naskah-naskah Aceh di luar Provinsi Aceh.

Oleh: Hermansyah, M. Th., MA. Hum.

Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Filolog dan Ketua Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) Aceh.