Sambut Idul Fitri, Tradisi Aceh "Meugang" Tetap Terjaga di Perantauan
![Sambut Idul Fitri, Tradisi Aceh](https://marjinal.id/uploads/images/image_750x_626d3c6b4dba4.jpg)
"Walau berada di rantau bersama adik-adik mahasiswa asal Aceh juga masyarakat Aceh yang telah menetap di Ranah Minang tetap saja menikmati hari Meugang pertama ini dengan sederhana untuk tetap menjaga tradisi religius, kebersaman, dan gotong royong tersebut yang telah diwariskan leluhur"
Tradisi Makmeugang atau Meugang bagi masyarakat Aceh telah menjadi budaya. Meugang tetap dilaksanakan bagi masyarakat Aceh walaupun tidak menetap di negerinya.
Makmeugang atau Meugang diawali pada masa kerajaan Aceh dengan memotong hewan dalam jumlah yang banyak lalu dibagikan secara gratis kepada masyarakat. Hal ini dilakukan sebagai rasa syukur dan ungkapan terima kasih atas kemakmuran negeri Aceh dalam menyambut hari-hari besar (suci) umat Islam.
Menurut Wikipedia, tradisi Meugang sudah dilaksanakan sejak ratusan tahun yang lalu. Tradisi ini dimulai sejak masa kerajaan Aceh Sultan Iskandar Muda (1607—1636 Masehi). Masa itu Sultan Iskandar Muda memotong hewan yang banyak lalu membagikannya kepada masyarakat. Makmeugang atau Meugang merupakan tradisi yang diawali dengan pemotongan sapi, kerbau, kambing, dan ayam, serta itik (bebek). Kebiasaan ini dilakukan ketika menyambut bulan Ramadan (dua hari sebelum Ramadan), atau menyambut hari raya Idul fitri, juga hari raya Idul Adha.
Kegiatan Meugang memiki nilai religius dengan bersedekah atau saling berbagi sesama masyarakat yang memiliki kemampuan lebih kepada masyarakat kurang mampu. Ini sekaligus memupuk nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong.
Setiap lebaran Idul Fitri, Idul Adha atau menyambut Ramadan jika istri saya ada di rumah pastilah melaksanakan tradisi Meugang, sekaligus di lebaran pertama kami menunggu adik-adik mahasiswa yang tidak mudik untuk saling berbagi, juga saling bersilaturahim dengan masyarakat Aceh yang berdomisili di Padangpanjang khususnya dan Sumatera Barat umumnya.
Atas dasar itulah, keluarga saya di Padang Panjang, Sumatra Barat, Sabtu, (30/4), menjadikan hari Meugang pertama dan besok Minggu (01/05) Meugang kedua. Kami tidak memotong hewan, tetapi kami membeli daging di pasar. Lalu, istri saya memasak sie mirah (daging merah), sie puteh (daging putih; masak daging kurma namanya kalau di Minang), memasak rendang daging, opor ayam kampung, juga memasak soto kesukaan saya.
Ada lagi yang telah menjadi warisan secara turun temurun dalam keluarga kami setiap hari raya (lebaran) baik itu Idul Fitri maupun Idul Adha, kami selalu memasak lontong (ketupat) khas Aceh. Kenapa menjadi khas, karena selain lontong, karena memiliki racikan masakan sayurnya boleh jadi sayur lodeh dari buah jipang, atau sayur gudeg dari buah nangka.
Ditambah opor ayam kampung, rendang daging, sambal tauco yang diracik dengan cabai hijau, kentang dan hati daging kerbau, Sambal goreng tempe, serta serbuk kacang kuning yang telah ditumbuk. Semuanya diaduk jadi satu, luar biasa nikmatnya. Ini hari semua perlengkapan untuk itu sudah lengkap. Istri saya sekarang sedang meraciknya.
Kami sekeluarga, walau berada di rantau bersama adik-adik mahasiswa asal Aceh juga masyarakat Aceh yang telah menetap di Ranah Minang tetap saja menikmati hari Meugang pertama ini dengan sederhana untuk tetap menjaga tradisi religius, kebersaman, dan gotong royong tersebut yang telah diwariskan leluhur. Insya Allah sembari berbuka puasa Ramadan telah dapat menikmati kuliner khas Aceh.
Selamat menyambut Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriah. Mohon maaf lahir dan batin kepada seluruh kerabat dan saudara umat muslim di mana pun berada. [Hamdani Mulya/12nd]
Oleh : Dr. Sulaiman Juned, S.Sn., M.Sn Penulis adalah Sastrawan, Esais, Kolomnis, Dramawan, Sutradara Teater, Pendiri/ Penasihat Komunitas Seni Kuflet Padangpanjang, Pendiri Sanggar Cempala Karya Banda Aceh, Pendiri UKM. Teater NOL Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, Ketua Panitia Pendirian Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh, Ketua Jurusan Seni Teater Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang, Dosen Pascasarjana (S2) ISI Padang Panjang.