Sejarah Raja Bakoi
Marjinal.id - Nama aslinya Ahmad Permala, dia merupakan tokoh dari aliran Wujudiyah di Samudra Pasai. Raja Bakoy juga merupakan sahabat karib dengan Syekh Abdul Jalil (Syekh Siti Jenar).
Ahmad Permala sempat menjadi “Mangkubumi” dengan gelar Maharaja Bakoy Ahmad Permala setelah Sultanah Nahrisyah Malikul Zahir mangkat pada hari senin tanggal 17 Dzulhijjah 831 H (1428 M) dan dikebumikan di dekat makam suaminya.
Aliran yang dibawa oleh Raja Bakoy berlawanan dengan aliran ahlusunnah wal jama’ah, bahkan ia pernah diperingatkan oleh ulama agar tidak mengawini puterinya sendiri, namun malah menentang dan membunuh 40 ulama. Ahmad Permala akhirnya mati dibunuh oleh Malik Musthafa yang bergelar Pocut Cindan Simpul Alam, suami dari Ratu Nahrisyah dengan bantuan dari Sultan Mahmud Alaiddin Johan Syah dari Kerajaan Aceh (1409-1465 M). “Silsilah Raja-Raja Islam di Aceh dan Hubungannya Dengan Raja-Raja Islam di Nusantara”
Menurut suatu riwayat yang diceritakan secara turun temurun bahwa raja Bakoy adalah orang biasa dari kalangan rakyat jelata. Dia berasal dari Gampong Bakoy di Kutaraja. Ihwal dia menjadi raja semuanya adalalah setelah Sultan Zainal Abidin mangkat, Nahrisyah yang kala itu sudah diangkat menjadi Sultanah membuat sayembara.
Dia menuliskan pada sebuah pamflet yang dipasang di tepi pantai Pase. Di dalam pengumumannya itu, Sultanah berkehendak siapapun yang bisa mengalahkan raja Nagor dari Polisigli akan dijadikan sebagai Maharaja dan dijadikan sebagai suami Sultanah. Melihat pengumuman itu, Ahmad Permandala-Permandala beserta abangnya yang bernama Ibrahim Papa menjadi tertarik. Kemudian kakak-beradik ini menuju negeri Polisigli untuk membunuh raja Nagor.
Usaha mereka berhasil. Kemudian diangkatlah Ahmad Permandala menjadi maharaja mendampingi Sultanah Nahrisyah. Dalam perjalanan sejarah, Nahrisyah kemudian bertahta sampai tahun 1427 M. Menjelang dia mangkat, saat-saat terakhir Nahrisyah sempat menitipkan sebuah cincin kepada Bakoy sambil berpesan, "Kanda, bila kelak aku kembali kepangkuan Ilahi, berikanlah cincin ini kepada siapapun yang bisa memakainya dengan pas. Bila orang itu engkau temukan maka jadikanlah dia sebagai istrimu."
Raja Bakoy menyanggupi pesan terakhir dari sang Sultanah. Maka setelah Nahrisyah mangkat dan semua bentuk peringatan kematian usai digelar, maka Raja Bakoy langsung membuat sayembara itu. Tahap pertama adalah semua janda yang ada dinegeri Pase diundang untuk mengikuti sayembara itu. Siapapun yang bisa memakai cincin peninggalan Nahrisyah dengan pas sekali, maka akan dijadikan istri raja. Namun tak satupun janda yang punya jari manis yang sesuai dengan cincin itu.
Sayembara kedua pun digelar. Kali ini diperuntukkan buat gadis-gadis diseluruh penjuru negeri. Hal yang sama juga kembali terjadi. Tak ada satupun jari manis mereka yang sesuai dengan lubang cincin. Terakhir kali yang mencobanya adalah putri raja sendiri yang bernama Ganggang Sari. Raja terhenyak. Tak pernah disangkanya akan seperti itu. Akhirnya diam-diam dia mencari hukum kepada ulama agar diperbolehkan dirinya menikahi putrinya sendiri.
Untuk memenuhi keinginannya itu, Raja Bakoy mengumpulkan sebanyak 44 orang ulama di sebuah mesjid. kemudian dia mengutarakan semua permasalahan yang sedang dihadapi, termasuk wasiat dari sang Sultanah. Namun tak satupun ulama yang membenarkan sang raja menikahi putrinya sendiri. Raja marah. Lalu dia mengatakan tamsilan kepada para ulama seperti ini," Jikalau ada seseorang yang menanam sebatang pisang, kemudian berbuah dan matang, siapakah yang pertama sekali akan memakannya?
Para ulama menjawab, "Pemiliknya yang terlebih dahulu memakannya."
"Lalu bagaimana dengan Ganggang Sari?" tanya raja. Semua ulama diam. Terakhir mereka tetap tidak membenarkan raja mengawini anaknya sendiri. Akhirnya dengan sangat murka dia membunuh semua ulama yang hadir pada waktu itu.
Kemudian dia kembali menemui salah seorang ulama yang tinggal di Paya Terbang yang bernama Tgk. Razali. Ditempat ini juga dia tidak menemukan jawaban. Tgk. Razali meminta raja untuk kembali keesokan harinya. Sepeninggal raja, Tgk. Razali berzikir kepada Allah agar diberikan kekuatan untuk menerbangkan tanah tempat dia mendirikan rumah. Keesokan harinya setibanya raja ditempat itu Tgk. razali dan pertapakan tempat dia tinggal sudah tidak ada lagi, yang ditemukan hanya bekas tanah yang seperti kolam.
Info tentang keinginan raja untuk mengawini putrinya sendiri pun merebak ditengah-tengah masyarakat. Ganggang Sari malu luar biasa. Ibrahim Papa kemudian membawa lari sang putri untuk menghindari keinginan gila ayahnya. Dipelarian itulah Ganggang Sari bunuh diri dengan cara minum racun akibat tak sanggup menanggung malu yang teramat sangat.
Menurut riwayat pula bahwa Pusara Raja Bakoy berada satu kompleks dengan Kompleks Makam Sultanah Nahrisyah yaitu di komplek makam Raja-Raja Pasai. Makam Raja Bakoi terus memendek sejak dikuburkan dan menyisakan panjang sekitar 70 cm.
Lokasi makam berada setengah kilometer dari Makam Sultan Malikussaleh yang berada di mulut pintu masuk ke cagar budaya Samudera Pasai. Di sekitar makam itu juga dulunya adalah lokasi yang dulunya istana Kerajaan Pasai. Sayang sekali, wujud fisik bangunan yang berada persis di bibir pantai Lhokseumawe itu tak lagi bisa dinikmati.
Kawasan itu sudah beralih fungsi menjadi lahan pertambakan. Menurut Yakub, bangunan istana kesultanan sebagian besar terdiri atas kayu. Bekas-bekas pondasi dari batu bata merah masih terlihat di atas tanah tempat berdirinya kerajaan.
Di atas tanah seluas lebih dari lima hektar itu, aura kebesaran kerajaan masih sangat terasa, di lokasi itu juga terdapat makam Peut Ploh Peut (44), ulama yang meninggal karena dieksekusi Raja Bakoi, salah satu raja di Pasai. Akibat tindakannya yang sewenang-wenang, rakyat menjuluki dia Raja Bakoi, yang menurut masyarakat setempat berarti pelit.atjehitulahkami.blogspot.com)