Kisah Perjuangan Tgk CHIK DITIRO

Penulis : Penulis
Editor : Tim Editor Marjinal
Apr 22, 2020 02:11
0

Kisah Perjuangan Tgk CHIK DITIRO

Selama bulan juli 1884  kelihatan benar kompeni lemah, tiada berani keluar benteng. Mereka berkubu sekeliling linie, mundar mandir disamping meriamnya. Nyata benar Tengku di Tiro yang berkuasa. 

Perintah Tengku di Tiro tertuju kepada pertahanan dan perjuangan. Pemerintahan sehari hari dijalan kan oleh hulubalang yang sudah ada. Persatuan kuat, tak ada retak dan pecah belah antara kepala dengan rakyat. Hal ini menjadikan buah pemikiran yang baik bagi beberapa orang yang tidak senang kepada kemerdekaan negeri. 

Mereka datang ke Kemala Dalam, menghasut raja supaya timbul kecurigaan bahwa negeri Atjeh akan menjadi negeri kepunyaan Tengku di Tiro, sebagai hasil dari kemenangannya. 

Radja Daud tiada diakui lagi oleh angkatan perang Tengku ditiro, yang telah berjuang mati-matian memerdekakan negeri Atjeh dari tangan kompeni. (ini sama spt hasutan razali paya tjut rahmani yang tdk mengakui Sultan Aceh terakhir dan mengangkat tgk chik ditiro sebagai wali negara tahun 1874. Sebuah pengangkangan sejarah yg di ulang ulang agar menjadi kebenaran sebagai legitimasi atas kelompok mareka yang merasa sudah menjadi pejuang).

Begitulah fitnah disampaikan orang kepada golongan radja di Kemala Dalam. Fitnah itu termakan pada pikiran radja, lalu pada bulan Agustus tahun 1884, Sultan Muhammad Daud Syah mengeluarkan maklumatnya bahwa bagindalah raja Atjeh yang sah dan yang berkuasa diseluruh Atjeh. 

Ketika maklumat raja itu sampai ketangan Tengku di Tiro ia menjawab, bahwa tidak ada orang yang mau menjadi raja sekarang di Atjeh. Yang ada hanyalah panglima perang yang mau mengusir musuh dari bumi Atjeh. 

Peristiwa ini, ia tegaskan beberapa kali, baik dalam pidato sesudah sembahyang jum'at ataupun pada nasehatnya kepada angkatan perang sabil'. Ia menerangkan tujuan perangnya, bukan mau berkuasa di Atjeh, tetapi mau mengusir musuh untuk ibadat dan karena panggilan jiwanya. Ia mau hidup dibumi yang merdeka supaya bebas melakukan segala syariat agama. 

Bila menang, menjadi mulia pada sisi Tuhan dan bila tewas akan mendapat syurga tinggi daripada Tuhan. Keterangannya itu, kemudian di tegaskannya pula dalam suatu maklumat kepada rakyat sesudah dikeluarkannya maklumat tanda-tanda kemenangan barisan muslimin lebih dahulu. tidak ada keinginan beliau untuk menjadi Sultan atau pun Wali negara. Lantas siapa yang mengangkat beliau sebagai Wali negara pertama dengan masa berkuasa sejak 1875-1891?

Pada 16 Rabiul akhir 1302 Hijriah (2 Februari 1885), Tengku di Tiro mengeluarkan maklumat perangnya, berbunyi demikian : 

"Suatu bukti dari kemenangan kita yaitu kafir telah menarik diri. Beberapa banyak benteng musuh yang kuat telah jatuh ketangan kita dan senjatanya yang berharga telah kita rebut. Sebenarnya ialah orang muslimin itu berani dan kuat, sehingga menakutkan kafri dan tanda yang lebih jelas, kafir telah memagar dirinya dengan benteng dan mengadakan tempat jagaan. Kafir pasti kalah seperti kehendak Tuhan dan akan diusir seperti janji Tuhan". 

Dan pada bulan September tahun 1885, Tengku di Tiro mengeluarkan pula maklumatnya menegaskan keyakinannya dan untuk apa ia berperang, demikian bunyinya: "Kepunyaan siapakah kerajaan ini? Bukankah kepunjaan Allah Ta'ala, Tuhan seru sekalian alam? Ini adalah teguran dari seorang fakir bernama Hadji Sjech Saman Tiro, seorang hamba Allah, yang menjalankan perang sabil didalam daerah negeri Atjeh Darussalam wal aman. Teguran ini saya hadapkan kepada Imum-imum negeri, Teuku-Teuku Ketjhik dan panglima dan kepada seluruh kaum Muslimin, lebih-lebih lagi kepada yang mulia Teuku Nek Meraksa, Panglima Mesdjid Raja dan Teuku Kadli. Kehendak itu adalah daripada Allah yang mempunjai kebesaran dan kekuasaan

Dari kedua buah maklumatnya itu, nyatalah ia melakukan perang sabilnya karena Tuhan dan kerajaan Yang diridhai Tuhan yaitu untuk menegakkan agamanya. 

la tidak ingin hendak mendjadi Sultan dan hendak berkuasa dalam negeri. Sekiranya keinginan itu ada, tentu dapat irebutnya dari tangan segala 'hulubalang, sebab perjuangan dan kemenangan sudah ada dalam tangannya. Untuk menegakkan agama.

Diminta nya beberapa orang ulama besar memberi pelajaran agama dan pimpinan rohani. Didirikannja mesdjid dan langgar ditempat-tempat yang telah dibakar kompeni, sekalipun ia mendapat tentangan dari penasihatnya Tengku Tjhik Kuta Karang. 

Penasihat perang tersebut berpendapat, sekarang bukan zaman pembangunan, tetapi masa peperangan. Kewajiban yang utama ialah mengusir musuh dan memerdekakan negeri. Bila musuh sudah terusir, segala usaha pembangunan dapat berjalan dengan mudah. Tetapi Tengku di Tiro membantah nasihat Tengku Kuta Karang, maka disamping ia berperang, terus pula membangunkan mesdjid dan langgar tempat beladjar. Sebab jiwa itu harus mendapat asuhan dan didikan supaja tetap bergelora dan bersemangat. 

Tempatnya adalah dimesdjid dan dilanggar tempat belajar. Bila jiwa itu dibiarkan tidak diberi makanan batin, niscaya akan merosot dan akan patah. Sebab itu selama Tengku di Tiro dalam medan perang, banyak pemuda muslimin yang menjadi alim dalam hutan, dan digelarkan „Tengku Sjech di Rimba". 

Sesudah keluar maklumat Tengku di Tiro berkenaan dengan kemenangan tentera sabil dan tudjuan siasat perangnya, maka ia mengeluarkan "kata-dua" (ultimatum) kepada kompeni. Diantara suratnya yang berkali kali kepada kompeni, adalah sepucuk suratnya kepada  Asisten Residen van Langen pada tahun 1885, mengadjak damai masuk Islam atau akan diusir dengan kasar. 

Lama surat itu terpendam dalam laci pemerintah Belanda, karena belum tahu jawaban apa jang harus diberikannya kepada Tengku di Tiro. Begitulah baru pada tahun 1888 menteri jajahan Belanda Keuchenius menyuruh djawab kepada G. G. di jawa,yang isinya: 

"Buah pikiran mereka itu untuk mengajak masuk Islam, pandang suatu ajakan yang tidak betul. Maka di berilah jawaban kepada Tengku di Tiro menurut bunyi Qur'an ayat 257 surat kedua: "Tak ada paksaan dalam agama !" 

Karena selalu seruan damai Tengku di Tiro kepada kompeni, tiada mendapat jawaban yang dihatinya, maka Tengku di Tiro tidak mengirim dan tak mau membalas surat Belanda. Dan ia akan berjuang terus menurut semboyan perangnya. Mencari syahid dan tidak melihat muka kafir.

Tengku di Tiro tidak mengirimkan lagi kata dua kepada kompeni karena dilihatnya tidak membawa hasil apa-apa. Ia akan berperang terus, terusir musuh atau syahid.(sumber: facebook Atjeh Galery)