Mop Mop, Sudah Mati ?
Mop mop atau sering disebut Biola Aceh merupakan teater tradisi yang berasal dari Aceh. Keseniaan ini dikategorikan dalam seni tutur. Belum ada yang tahu persis, kapan jenis pertunjukan ini ada di Aceh.
Konon, permainan mop-mop menjad tontonan hiburan yang sangat digemari dalam istana kerajaan. Pertunjukan ini mulanya familiar di Pidie lalu berkembang di Aceh Utara, khususnya di Krueng Mane dan sekitarnya.
Dalam perjalanannya, masyarakat Aceh Utara terus memainkan pertunjukan ini sampai pada beberapa generasi hingga saat ini masih bertahan walaupun dengan kondisi memprihatinkan.
Umumnya masyarakat sekarang memang tidak mengetahui bahkan tidak pernah mendengar istilah dan bentuk pertunjukan ini. Namun, ada sebagian masyarakat yang familiar dengan pertunjukan yang disebut mop-mop ini.
Teater rakyat yang memadukan unsur tradisi Aceh dan Eropa ini mempunyai keunikan dan nilai tersendiri di dunia pertunjukan. Selain wajib memakai biola, ditambah dengan karakter dan jumlah pemainnya yang memang sudah baku, yakni sebuah keluarga dengan jumlah tiga orang.
Pertama, pemain biola (syeh) sebagai ayah/mertua. Syeh yang mengatur dan menjaga alur dan struktur cerita dari awal sampai akhir. Dua orang lainnya, berperan sebagai suami istri lengkap dengan kostum pengantin yang bertugas membangun dan mengembangkan cerita.
Suami atau menantu dari syeh adalah pencerita utama, sering disebut sebagai pelawak. Pasangan pencerita sebagai istri/dara baro adalah laki-laki yang berdandan sebagai perempuan dengan kostum dan make up pengantin baru (dara baro).
Perbedaan yang khas lainnya adalah syeh yang memainkan biola di atas lengan. Biola tidak diletakkan di bahu atau dijepit dengan dagu, melainkan di lengan sehingga kelihtan seperti memangku biola. Sikap seperti ini dlakukan karena permainan biola di sini hanya menggunakan feeling sesuai dengan irama syair dan irama permainan.
Setiap senar biola disesuaikan dengan nada dan emosi masing-masing pemain. Jadi, tidak harus dengan trik-trik yang susah dan pintar baca not untuk memainkannya. Bahkan, menurut cerita, biola ini dibuat sendiri dari pohon tertentu sehingga menghasilkan suara yang jauh lebih nyaring.
Dalam beberapa tahun terakhir, grup mop mop Meurak Jeumpa Aceh Krueng Mane bangkit kembali dan hadir mengisi acara disejumlah event di Banda Aceh, Aceh Besar, Lhokseumawe. Grup ini berkesempatan tampil di event nasional di Jakarta walaupun harus menjual kambing untuk tambahan biaya transportasi, dikarenakan tidak ada kepedulian dari pemerintah daerah terhadap grup ini.
Hingga saat ini, seni mop mop yang seharusnya menjadi salah satu warisan budaya tak benda masih dianaktirikan oleh pemerintah setempat yang katanya begitu gencar mempromosikan seni budaya serta melestarikan segala jenis kesenian, khususnya kesenian yang langka dan nyaris punah.
Sejauh ini, kami hanya bisa mengucapkan terima kasih kepada sejumlah personal dan media yang masih mau menulis tentang mop mop. Apresiasi kami kepada pelaku teater, para seniman, dan doktor teater yang turut meneliti dan menulis mop mop.Harus kami akui, sejauh ini ada mahasiswa Universitas Syiah Kuala Jurusan Seni, Drama, Tari dan Musik yang telah meneliti dan merangkum profil dan perjalanan mop mop Krueng Mane sebagai skripsinya.
Selain itu, seorang guru musik kandidat doktor asal Hachioji, Tokyo yang mengambil Program Lecture of Music di Yale University Amerika Serikat yang turut meneliti mop mop dan perjalanan Meurak Jeumpa Aceh Krueng Mane. Saat ini, seorang mahasiswa pasca sarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang sedang membuat tesis tentang mop mop dan sudah selesai sidang proposal. Kepada merekalah, patut diucapkan terima kasih sebagai upaya masih peduli terhadap mop mop.
Pada semester ini, setelah dilalui berbagai proses, akhirnya mop mop resmi masuk kurikulum muatan lokal di Institut Seni Aceh. Namun, sang maestro yang diharapkan akan menjadi dosen empu telah berpulang ke Rahmatullah. Pentas Kemah Seniman ke-4 adalah panggung terakhir bagi Syeh Gani, maestro mop mop. Ia telah pergi selamanya.
Pasca meninggal Syeh Gani, grup Meurak Jeumpa Aceh seperti kehilangan ruh dan magnet. Syeh Gani adalah sosok yang tak tergantikan dengan siapa pun. Namun, kami selaku manajemen grup tidak ingin larut dalam duka. Syeh Gani memang telah tiada, semangatnya masih bersama kami.
Kami tak mau seni ini mati meskipun Syeh Gani sudah tiada. Kini peran dara baro yang sempat kosong telah diisi oleh Syeh Ismail, seorang seniman mop mop yang telah lama vakum. Dengan bergabungnya Syeh Ismail ke Meurak Jeumpa, grup ini mulai bersemangat kembali.
Pada penghujung 2015, mop mop turut mengisi acara pentas kesenian yang dipusatkan di Lhokseumawe. Sambutan masyarakat begitu meriah. Hal ini membuktikan masyarakat Aceh masih cinta pada seni tradisi mop mop.
Personil mop mop memang telah lengkap kembali. tetapi masih ada kekhawatiran yang sangat mendalam. Sampai saat ini belum ada generasi muda yang tampak berhasrat melanjutkan kesenian ini. Mereka lebih kepada penikmat semata. Padahal, harus diakui bahwa kesenian ini langka dan akan menjadi semakin langka bahkan punah tak terselamatkan bila tanpa kepedulian, baik pemerintah maupun kepedulian masyarakat umum.
Semoga?
Oleh: Nyakman Lamjame, Direktur Meurak Jeumpa Institut, Paloh Raya, Muara Batu-Aceh Utara - Tulisan ini pernah dimuat di Buletin Tuhoe, Edisi XVIII Desember 2016.