Bedah Buku “Kulukis Namamu di Awan” Satupena Aceh Sukses

Penulis : Penulis
Editor : Tim Editor Marjinal
Jun 25, 2022 09:23
0

Bedah Buku “Kulukis Namamu di Awan” Satupena Aceh Sukses
Ketua Satupena Aceh D. Kemalawati saat membuka Bedah buku puisi “Kulukis Namamu di Awan” karya Tabrani Yunis - Foto: Ist.
Bedah Buku “Kulukis Namamu di Awan” Satupena Aceh Sukses

BANDA ACEH - Bedah buku antologi puisi “Kulukis Namamu di Awan” karya Tabrani Yunis oleh Mukhlis Hamid yang dilaksanakan lembaga Satupena Aceh di Balee Al-Ihsan, Pango Raya Banda Aceh, Sabtu (25/6/22) sore sukses.

Acara yang dimoderatori Saiful Bahri, cerpenis dan juga teaterawan Aceh berlangsung cair dan hangat, sehingga peserta hanyut dalam gelak tawa karena sang moderator mampu menghidupkan suasana di tengah cuaca dingin karena dihembus angin kencang yang disertai hujan.

Dalam acara perdana Satupena Aceh paska dikukuhkan kepengurusan 18 Mei 2022 lalu, dihadiri sekitar 40-an sastrawan, teaterawan dan penulis termasuk guru dan wartawan. Tetamu dijamu dengan makanan tradisional rebusan, seperti kacang tanah, pisang, ketela dan goreng pisang yang digoreng langsung di tempat acara serta disuguhkan minuman bandrek dan kopi.

Ketua Satupena Aceh, D. Kemalawati mengatakan lembaga yang dipimpinnya akan rutin  melaksanakan berbagai acara yang ringan-ringan tapi memiliki nilai dalam mengembangkan karya, kreativitas kekaryaan untuk menyemarakkan literasi di Aceh.

“Mudah-mudahan Satupena Aceh bisa melaksanakan rutin acara seperti ini, kali ini bedah buku puisi, kedepannya bisa jadi buku selain fiksi yang kita bedah. Sebab Satupena merupakan wadah penulis fiksi dan non fiksi. Jadi saya yakin sekali aka nada banyak buku yang bis akita bedah nantinya,” katanya optimis

Keinginan yang sama juga disampaikan oleh Ketua Panitia Pelaksana, Nurdin F. Joes, sehingga karya-karya penulis Aceh bisa terus terpublikasikan dengan berbagai ruang dan media yang ada di Aceh, Indonesia dan dunia luar.

Drs. Mukhlis Hamid, M.Hum, Dosen Sastra Universitas Syiah Kuala - Foto: Ist.

Sementara pembedah buku, Drs. Mukhlis Hamid, M.Hum, dosen sastra Universitas Syiah Kuala mengatakan, gaya menulis Tabrani Yunis mengalir dan tidak banyak menggunakan simbol membuat puisi-puisi tersebut menjadi puisi diafan (puisi polos), mudah dipahami, sehingga pembaca langsung larut di dalamnya. Penggunaan homologues (perulangan bentuk atau larik sejajar) dalam puisi yang terkumpul dalam himpunan puisi ini sangat membantu dalam memberikan tekanan pesan dan membentuk rima yang kuat saat dibacakan secara oral.

Menurut Mukhlis, pemilihan puisi “Kulukis Namamu di Awan” sebagai judul antologi ini sangat tepat karena puisi ini merupakan salah satu puisi yang kuat di antara 62 puisi yang terhimpun dalam antologi ini. Cuma  Satu puisi “Menebus Rindu pada Puisi” terketik 2 kali, pada halaman 53 dan halaman 75. 

Berikut dikutip utuh puisi Kulukis Namamu Di Awan;

KULUKIS NAMAMU DI AWAN

Dik

Izinkan kuukir namamu di awan biru

Kuwarnai dengan warna pelangi

Kubingkai dalam goresan raut wajahmu

Kutaburi biji-biji cinta yang pernah kauberi

Sembari kusemai dengan rindu nan menggebu

Dik

Izinkan aku menuliskan sebait puisi di atas awan biru

Agar semua tahu seluas apa cinta yang kumiliki

Agar semua bisa menyaksikan bukti kasihku

Itulah cinta yang tak selebar daun kelor yang hanya satu senti

Dik

Biarkan aku menabur warna kesukaanmu

Di setiap sisi bingkai yang menjadi tali cinta

Sesungguhnya cinta kita bukan hanya sebatas diksi pemuas nafsu

Sekadar memancing cinta antara kita

Dik

Lihatlah lukisan namamu

Terbentang di langit biru

Ya, semua orang tahu dan menikmati wajah cinta kau dan aku

Kita jadikan semua agar cinta tak berwujud bisu

Banda Aceh, 12 April 2019

Tabrani Yunis, Penulis Buku Puisi Kulukis Namamu di Awan-Foto: Ist.

Puisi lirik ini, kata Mukhlis, mengungkapkan luapan rasa si aku terhadap seseorang yang sangat istimewa dalam kehidupannya. Ia ingin seluruh dunia tahu bahwa ia memendam kerinduan, cinta kasih, dan harapan untuk bertemu kembali dengan  adinda tercintanya itu.

Penggunaan diksi warna pelangi, awan biru, langit biru menunjukkan tinggi, indah, dan besarnya cinta kasih dan harapan itu.

Hal ini dikontraskan dengan penggunaan larik /Itulah cinta yang tak selebar daun kelor yang hanya satu senti, Sesungguhnya cinta kita bukan hanya sebatas diksi pemuas nafsu, dan Kita jadikan semua agar cinta tak berwujud bisu/ pada akhir bait pertama, kedua, dan ketiga.

“Cinta kasih memang sebuah misteri yang tak pernah habis,” kata Mukhlis panjang lebar.

Di sela-sela acara yang menghangat dengan teori, suasana dicairkan dengan pembacaan puisi. Pembaca puisi pertama, moderator langsung menodong, Amri M. Ali, penulis yang juga politikus untuk membacakan puisi karya Tabrani Yunis yang ada dalam buku tersebut dan pembaca puisi lain, tampil Mahdalena (Dekna), teaterawan yang juga penyair dan membaca puisi “Kutulis Namamu di Awan”.

Acara yang berlangsung hingga menjelang magrib itu, diantaranya hadir selain pengurus dan Pembina Satupena Aceh adalah, Helmi Hass, Zulfikar Sawang, Fauzi Umar, Thayeb Loh Angen, Zulkifli Abdy, Qamaruzzaman Haqny, Irma Yani, Muhrain, Rianda dan lain-lain. [Nanda AB/ril]