Pesan Moral adalah Ciri Kesenian Tradisional Aceh, Hasil Diskusi Budaya di SMAN Modal Bangsa Arun

Penulis : Penulis
Editor : Tim Editor Marjinal
Mar 19, 2022 09:24
0

Pesan Moral adalah Ciri Kesenian Tradisional Aceh, Hasil Diskusi Budaya di SMAN Modal Bangsa Arun
Kepala SMAN Modal Bangsa Arun Lhokseumawe, Nurasmah saat memberikan Kata-kata Sambutan pada Pembukaan Diskusi Budaya; “Membaca Teater Tradisional Melalui Adnan PMTOH" - Foto : Nanta Es.
Pesan Moral adalah Ciri Kesenian Tradisional Aceh, Hasil Diskusi Budaya di SMAN Modal Bangsa Arun

LHOKSEUMAWE – Pagelaran diskusi budaya bertemakan “Membaca Teater Tradisional Melalui Adnan PMTOH" sukses dilaksanakan oleh Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) Modal Bangsa Arun Lhokseumawe, walau sempat diguyur hujan gerimis. Jumat Malam (18/03).

Kepala SMAN Modal Bangsa Arun, Nurasmah dalam sambutannya mengapresiasi kegiatan diskusi budaya ini dan menegaskan pentingnya mengenali kesenian tradisional sebagai warisan budaya. Kalau dulu, masih bisa menonton berbagai pertunjukan tradisional seperti Adnan PMTOH, dan sandiwara lainnya, tapi berbeda dengan zaman sekarang yang sudah sangat jarang.

Lebih lanjut ia menambahkan, “kalau melihat tema malam ini, Adnan PMTOH adalah (pelaku) seni bertutur yang di dalamnya terkandung petuah dan nasihat yang baik. Petuah ataupun nasihat adalah ciri kesenian tradisional Aceh yang disampaikan bisa untuk hubungan antar sesama manusia ataupun kepada Allah”.

Dapat diinformasikan, pagelaran diskusi budaya ini dipelopori dan dilaksanakan oleh Organisasi Siswa Intra Sekolah (Osis) SMAN Modal Bangsa Arun dan para siswa kelas I serta didampingi oleh para guru.

“Kegiatan ini merupakan bagian dari pendalaman pelajaran seni budaya yang bertujuan mengenalkan kembali seni tradisional sejak dini kepada para siswa” ujar Alfonso O. Oesman, Guru Seni Budaya SMAN Modal Bangsa Arun.

Seperi diberitakan marjinal.id sebelumnya, pagelaran diskusi budaya ini pun akan diisi oleh pemateri kandidat Doktor Institut Seni Indonesia Surakarta Rasyidin, dan Penggiat Seni teater tradisional “Mop-Mop/Biola Aceh” yang juga aktif sebagai sutradara berbagai film bertajuk dokumenter.

Rangkaian kegiatan ini pun, dibuka dengan penampilan tari ratoh jaroe dan dilanjut diskusi budaya yang dimoderatori oleh Gizkha Maulina Herman, siswi SMAN Modal Bangsa Arun yang dibagi atas dua sesi.

Sesi pertama, diawali dengan pemaparan tentang seni tradisional “Mop-Mop” (Biola Aceh) yang merupakan sebuah kesenian Biola Aceh ini dimainkan oleh tiga orang, satu sebagai syeh yang memerankan ayah mertua dan bermain biola, dua orang lagi memerankan linto dan dara baro. Persoalan yang diangkat adalah tentang kehidupan rumah tangga sehari-hari yang berupa nasihat dan sindiran, kemudian dikemas secara komedi. Kesenian ini pun  terancam hilang. Pada masa dulu, ada 29 grup kesenian, tapi sekarang tinggal 2 dengan formasi yang sudah tidak lengkap dan usia pemainnya di atas 60 tahun. Jelas Nyakman Lamjame dalam paparannya.

“Enaknya, bentuk kesenian seperti ini adalah kita bisa mengedukasi masyarakat tanpa terkesan menggurui dan beberapa hal yang menjadi penghambat sulitnya Biola Aceh berkembang adalah konflik berkepanjangan dan juga makin minimnya kepedulian pada seni sehingga susah menemukan regenerasi” ujarnya mengakihiri sesi pertama.

Sementara, sesi selanjutnya diisi dengan membahas Adnan PMTOH, diawali nonton bareng rekaman video sebagai  gambaran bentuk seni bertutur sebagai bahan diskusi.

Rasyidin dalam pemaparannya menjelaskan,  John C Sagers, seorang Profesor Arkeolog berkebangsaan Amerika, yang memberi gelar Adnan PMTOH sebagai Troubadour Aceh di tahun 1968. Kata Troubadour itu sendiri berasal dari kata “Trou_Ba_Dour”, diambil dari suku kata dalam bahasa Inggris, yang artinya “penyanyi keliling”. Disebut seperti itu karena keahlian Tengku Adnan dalam mendendangkan hikayat sembari keliling dari pasar ke pasar, dari satu tempat ke tempat lainnya.

Lebih lanjut, ia menambahkan, zaman ini sudah sangat berbeda dengan saat Adnan PMTOH masih hidup. Saat itu bentuk hiburan tidak banyak, maka seni pertunjukan tradisional hidup dan sering dibanjiri penonton.

“Ritme sekarang lebih dinamis, ada banyak sekali hiburan di sekitar kita dan itu menggeser kesenian tradisional. Harus kita cari formulasi ataupun kemasan baru agar kesenian tradisional kembali mendapat tempat dimasa serba digital ini.” tutupnya.

Seremoni pagelaran diskusi budaya ini pun ditutup dengan pementasan seni lainnya, seperti tari guel, dan pembacaan puisi dan kegiatan lainnya, karya para siswa SMAN Modal Bangsa Arun Lhokseumawe. (Nanta Es/NAB)