Disdikbud Aceh Utara Gelar Seminar Perjalanan Ibnu Batutah ke Samudera Pasai,
ACEH UTARA - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Utara menggelar seminar Hasil Kajian Laporan Ibnu Bathuthah tentang Samudera Pasai, berlangsung di Hotel Lido Graha Lhokseumawe, Selasa (22/10/24).
Kegiatan ini diikuti oleh 110 peserta berasal dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Aceh Utara, Pengelola Museum Islam Samudra, Dosen Universitas Malikussaleh (Unimal) , Tenaga Pendidik dan Guru Sejarah, LSM Cisah, serta Mahasiswa dari Unimal dan IAIN Lhokseumawe.
Panitia pelaksana Helmiah, SE dalam laporannya menyebutkan seminar ini bertujuan untuk menginspirasi para peneliti, mahasiswa untuk melakukan pengumpulan bukti sejarah baik berupa manuskrip artefak lain yang berhubungan dengan sejarah kerajaan Islam samudra baik yang berada di dalam museum Samudra Pasai, didalam maupun diluar negeri.
Panitia mengundang dua narasumber, Sukarna Putra, Kurator Museum Malikussaleh yang juga Peneliti Cisah (Central Information Of Sumatera Pasai Heritage) membahas tentang sejarah perjalanan Ibnu Batuthah dan Yulizar, S. Sos., M. Si., Kabid Kebudayaan Disdikbud Aceh Utara membahas kebijakan pemerintah dan berbagai aspek.
Kepala Disdikbud Aceh Utara Jamaluddin, S. Sos., M. Pd., dalam pidato pembuka yang dibacakan Kabid Budaya Yulizar, S. Sos., M. SI., mengharapkan seminar ini dapat menjadi wadah untuk memperkaya pengetahuan, menggali lebih dalam sejarah yang terkadang terlupakan, dan menginspirasi generasi muda untuk terus mengeksplorasi warisan budaya.
"Dengan memahami sejarah, kita tidak hanya belajar tentang masa lalu, tetapi juga mengambil pelajaran berharga untuk masa depan." kata Jamaluddin
Jamaluddin mengingatkan, kebesaran peran Samudra Pasai sebagai pusat perdagangan dan penyebaran Islam di Asia Tenggara dimasa lalu.
Salah satu penggalan catatan Ibnu Bathuttah terpajang dalam ruang bibiliografi Museum Islam Samudra Pasai sedangkan manuskrip aslinya tersimpan di Museum Kota Paris, Prancis.
Museum Islam Samudra jugaakan menampilkan maket ilustrasi saat Ibnu Batutah singgah di Samudra Pasai pada tahun 1346 masehi
Jamaluddin mengajak peneliti dan mahasiswa untuk mengunjungi Museum Islam Samudra Pasai.
"Koleksi yang tersimpan didalamnya dapat menjadi pusat penelitian bagi mahasiswa dan kalangan penelti serta menjadi pusat edukasi sejarah, budaya dan rekreasi bagi kalangan masyarakat umum, semoga kegiatan ini berjalan lancar dan memberikan manfaat yang besar bagi kita semua, saya mengundang mahasiswa dan peneliti ke Musium" ajak Jamaluddin.
Yulizar dalam materinya menuturkan tentang berbagai kebijakan Pemerintah, terkait Kebudayaan.
Ia mengupas isi Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang memuat 10 objek pemajuan Kebudayaan, dan 5 entitas Kebudayaan yaitu Objek Pemajuan Kebudayaan, Cagar Budaya, Tenaga Budaya, Lembaga Kebudayaan serta Sarana dan Prasarana Kebudayaan.
" Arah kebijakan Pemajuan Kebudayaan di Aceh Utara dilakukan dengan tetap memperhatikan visi misi pemerintah, dalam hal ini Bupati dan kiblat budaya di Aceh Utara adalah Syariat Islam" ungkap Yulizar.
Yulizar mengatakan ada 24 Sultan yang memimpin Samudera Pasai, namun baru 18 makam yang baru ditemukan, yang tersebar di kecamatan Samudera.
Pemateri kedua Sukarna Putra mengawali materinya dengan menceritakan para penjelajah dunia yang pernah singgah di Samudera Pasai.
Ia mengungkap jauh sebelum Ibnu Bathuthah, rupanya sudah ada penjelajah muslim juga yang pernah singgah dikawasan ini, dan juga beberapa penjelajah Eropa lainnya yang pernah, menginjakkan kakinya di Bumi Pasai.
Sukarna juga, membedah profil Ibnu Bathuthah, mulai nama aslinya, tempat kelahiran, silsilahnya, dan riwayat perjalanan Ibnu Batutah.
Dituturkan, Industri Bathuthah melakukan perjalanan sejauh 140.000 km, selama 29 tahun, tepatnya 1353 masehi, ia kembali ke negerinya dan menyusun Kitab berjudul Tuhfatun Buzzer fi Ghara ibil Wa 'aja 'bila Asfar artinya hadiah bagi pemerhati negeri asing dan pengalaman yang sangat ajaib.
Kitab itu berisi informasi secara umum geografis, topografis, suatu negeri budaya, sosial, adat budaya dan hal yang unik dalam penjelajahannya.
"laporan ini digunakan kalangan Barat dan Eropa sebagai pembanding karena keraguan mereka pada laporan perjalanan Marcopolo" katanya.
Dalam laporan sekitar 600 halaman itu delapan halaman diantaranya khusus menceritakan tentang Samudera Pasai.
Saat berkunjung ke Samudera tahun 747 H atau 1346 M Ibnu Bathuthah mencatat tentang tumbuhan dan pepohonan yang banyak tumbuh di Sumatra Pasai dan sekitarnya.
Daerah ini juga dikenal dengan nama Jaziratul Jawah dan Madinah Syummuthrah konon dari sinilah asal mula nama Sumatera, tiba di Negeri ini ia disambut dengan hadiah.
Diceritakan juga, Ibnu Bathutthah 3 hari bermalam di Sarhah karena tak boleh langsung masuk istana, setelah dijumpai utusan Sultan, Amir Daulasah dan Asy-Syarif Amir Asyirabi, beberapa kali baru Ia diterima oleh Sultan Malik Azh Zhahir dalam majelis Sultan di istana yang dikelilingi oleh tembok tembok dan menara yang terbuat dari kayu.
Rakyat di negeri ini disebut Ibnu Bathutthah dalam laporan tersebut rakyatnya bermazhab Syafii dan senang berjihad.
Selama dua bulan berada di Samudera Pase sempat menghadiri walimatul 'Ursy putera Sultan, ia juga diberikan bekal perjalanan dan cendra mata oleh Sultan saat meninggalkan Bandar Samudera Pasai.
Sukarna menutup presentasinya dengan menunjukkan foto-foto nisan para Sultan/Sultanah kerajaan Malikussaleh yang disebutkan dalam laporanya.
"Mari kita gali lebih dalam tentang Malikussaleh" Pungkasnya .[ zul Syarif]