Budidaya Gaharu di Sawang, Dosen Pertanian Unimal Latih Cara Suntik Menghasilkan Gubal

ACEH UTARA – Petani budidaya Gaharu Gampong Teupin Rusep Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Utara mengikuti pelatihan dua hari tentang proses inokulasi atau penyuntikan untuk menghasilkan gubal gaharu. Kegiatan yang dilaksanakan oleh para Dosen Fakultas Pertanian (FP) Universitas Malikussaleh (Unimal) tersebut diikuti 12 orang peserta yang tergabung dalam kelompok Tani Tunas Gaharu.
“Ini merupakan kegiatan pengabdian masyarakat bagian dari Tri Dharma perguruan tinggi yang didanai Unimal dari sumber PNBP 2022” kata Ketua Tim Pelaksana pengabdian, Dr. Setia Budi., M.Si., Sabtu (22/10/22)
Anggota kelompok Tunas Gaharu yang menjadi peserta pelatihan sebelumnya sudah mengawali kegiatan budidaya dengan sumber benih tanaman gaharu dari berbagai tempat dan cara mendapatkannya juga beragam, sekarang tanaman gaharu mereka sudah berumur 7-8 tahun dan memiliki diameter lebih dari 25 cm.
“Sebentar lagi sudah bisa diambil hasilnya, karena itulah diperlukan pengetahuan dan ketrampilan bagaimana menghasilkan gubal Gaharu dengan menggunakan metode Penyuntikan (Inokulasi) sehingga Gaharu (alen) yang dihasilkan lebih maksimal” tambah Setia Budi.
Peserta diberikan pemahaman tentang proses inokulasi (penyuntikan) pada tanaman gaharu budidaya untuk menghasilkan gubal gaharu, sumber inokulan yang digunakan yang berasal dari tanaman gaharu yang sudah terinfeksi yang ada di kebun induk Gaharu Aceh Letari Center di Gampong Tuepin Ruesep Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Utara.
Metode Inokulasi yang dipraktekkan kali ini dengan pengunaan stik bambu yang sudah direndam dengan inokulan yang kemudian di masukkan dalam lubang-lubang yang sudah dibor pada tanaman penghasil gaharu.
Peserta juga diberikan pemahaman tentang pentingya inokulasi jamur pembentuk gaharu yang tepat sehingga terbentuk gubal gaharu yang berkualitas. Untuk inokulasi jamur diperlukan jenis jamur yang cocok dan dapat menginfeksi tanaman penghasil gaharu tersebut untuk masing-masing tanaman dan spesifik lokasi penanaman gaharu tersebut, karena jenis tanaman yang berbeda dan lokasi yang berbeda memerlukan mikroba/jamur yang berbeda.
“ Usai pelatihan dua hari ini, para peserta juga akan kita damping selama tiga bulan, harapannya proses inokulasi bisa berhasil sehingga semakin memotivasi petani untuk melakukan budidaya gaharu” lanjut Setia Budi.
Ketua kelompok tani tunas gaharu Junoi mengatakan pelatihan ini sangat bermanfaat, mereka sangat terbantu dan berterima kasih kepada tim pengabdian Unimal yang sudah membimbing dan melakukan pendampingan.
Perlu Campur Tangan Pemerintah
Setia Budi menerangkan, Gaharu adalah komoditi unggulan hutan non-kayu yang berpotensi dikembangkan dan relatif minim budidaya, jikapun ada bukan pola budi daya tapi hasil hutan yang di cari secara tradisional oleh masyarakat, masa konflik pencarian gaharu ke hutan mulai terhambat dan aktifitas masuk hutan mulai lagi dilakukan kembali setelah damai GAM – RI ditandatangani.
Beberapa Dosen Pertanian Unimal, salah satunya Lukman, M.Si., melihat potensi ini perlu dikembangkan secara modern dengan melibatkan teknologi pertanian sehingga potensi resiko masuk kehutan dengan berbagai ancaman kemalangan dapat dihindari bahkan dihilangkan.
Karena itu sejak beberapa tahun terakhir, dari tangan-tangan terampil Dosen pertanian Unimal yang peduli mencoba membina para pencari gaharu tradisional di Kecamatan Sawang untuk melakukan budidaya di lahan kawasan desanya dengan pilot project Gampong Teupin Reusep.
“Alhamdulillah, kini sudah ada kebun induk Gaharu Aceh Lestari Center di Teupin Reusep, Sawang” tambah Setia Budi.
Pakar Gaharu Aceh yang juga terlibat aktif dalam pelatihan tersebut, Lukman., M.Si mengatakan kebun induk Gaharu Aceh Lestari Center di Teupin Reusep sudah mulai menghasilkan inokulan (sumber bahan penyuntikan Gaharu) secara mandiri dan telah teruji.
“Tim pengabdian butuh sokongan alat dan infrastruktur untuk dapat memproduksi inokulan untuk mendapat memenuhi kebutuhan inokulasi gaharu unggul Aceh yang sudah mulai marak dibudidayakan oleh petani kita. Ini peluang dan harapan untuk menjadikan Gaharu Aceh sebagai komoditi unggulan yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif dengan gaharu yang ada di daerah lain” ungkap Lukman.
Lukman menerangkan, saat ini belum banyak masyarakat mengetahui akan adanya suatu metode untuk dapat menghasilkan gubal gaharu. Salama ini hanya mengandalkan Proses produksi gaharu secara alami yang umumnya terjadi akibat pohon penghasil gaharu terluka dan terinfeksi penyakit.
Mekanisme proses fisiologis terbentuk gubal gaharu dimulai dari masuknya mikroba penyakit kedalam jaringan kayu. ketika mikroba masuk jaringan tanaman, mikroba tersebut dianggap sebagai benda asing, sehingga tanaman merespon dengan mengeluarkan penangkal (zat imun) yang disebut fitoalexin.
Bentuk fitoaleksin berupa resin bearoma wangi dan berwarna coklat yang diproduksi oleh alkaloid sel yang kemudian disebut dengan gubal gaharu yang bernilai ekonomis tinggi.
Lukman menjelaskan, produk gaharu sangat diminati pasar dunia yang digunakan sebagai bahan baku industri parfum, wangiwangian dan kosmetik, keperluan ritual agama, bahan baku obat-obatan (anti asmatik, anti mkirobia, stimulant kerja syaraf, penghilang rasa sakit, obat kanker, obat ginjal, penghilang stress, obat lever, obat malaria, dan sebagainya)
Dosen pertanian lainnya yang juga terlibat dalam pelatihan petani Gaharu di Sawang Eva Wardah, M.Si mengatakan, agar keunggulan Gaharu Aceh bisa dipertahankan dan mendunia diperlukan campur tangan para stakeholder (pelaku pembangunan) untuk membantu mencarikan solusi melalui perguruan tinggi dan pihak swasta untuk terus menebarkan inovasi dalam mengembangkan potensi budidaya tanaman penghasil Gaharu.
“Perlu campur tangan semua pihak untuk pengembangan dan pemasaran produk gaharu Aceh dan kami siap bermitra baik dengan pemerintah maupun pihak swasta” tutupnya. [*]