Diplomasi Aceh - Istanbul yang Gagal

Diplomasi Aceh - Istanbul yang Gagal
Surat Pemerintah Aceh untuk Turki

Pada tahun 1873 jelang serangan Belanda ke Aceh yang menimbul kan perang panjang lebih dari 30 tahun yang dikenal dengan perang sabi atau perang Aceh vs Belanda 1873-1906, Duta Aceh yang terakhir di kirim ke istambul  adalah Habib Abdur rahman Azzahir sebagai Menteri Luar negeri  pada pemerintahan Sultan Mahmud Syah.

Sang Duta membawa surat dari Sultan Mahmud kepada Sultan Abdul Aziz yang isi nya menyebut hubungan lama antara bandar Aceh dan Istambul yang pernah di bina oleh pendahulunya. Sultan juga menegaskan bahwa rakyat Aceh mendapat perlindungan Turki sejak zaman sultan Selim,hingga kakek nya Alaudin mansyur syah diberi firman dan medali majidi oleh khalifah Abdul majid dan Aceh hanya mengakui turki sebagai khalifah penguasa tertinggi.

Sebagai subjek khalifah Turki usmani Aceh di izin kan memakai bendera Turki di kapal kapal dan menerima aturan Turki sebagai hukum yang berlaku di Aceh dalam surat nya sultan menegaskan bahwa Habib abdur rahman diutuskan ke Istambul untuk menyampaikan permintaan dan telah diberi kuasa penuh. Sultan Aceh mengatakan diri nya siap untuk menjalan kan instruksi khalifah Habib Abdurrahman azzahir pertama datang ke Mekah dan menetap di hijaz selama bulan februari 1873 beliau bertemu dengan pasya Turki di hijaz dan mendiskusikan masalah perlindungan Aceh dari Turki, termasuk upaya pengiriman sebuah kapal yang dipimpin oleh seorang pejabat bersama pasukan Turki.

Zainal abidin effendi adalah orang yg ditunjuk sebagai pimpinan rombongan. Tetapi karena beliau meninggal secara tiba-tiba, mereka mengusul seorang dari Mekah atau istambul.

Oleh karena khalifah seorang pemimpin seluruh umat islam, beliau tidak menolak permintaan perlindungan dan bantuan militer, pengiriman dan bantuan itu memerlukan keputusan dari khalifah sendiri

Dengan dukungan yg menjanjikan itu Habib Abddurrahman berangkat ke Istambul pada tanggal 27april 1873. Beliau tinggal di ozbek takke sebuah guest house untuk jamaah haji dari bukhara dan kota-kota lain di Asia tengah.

Selama beberapa hari di Istambul beliau bertemu dengan duta besar emirat kashgas di turkistan timur pada tanggal 4 mei, kemudian beliau pindah ke guest house kekaisaran dan tinggal disana hingga meninggalkan Istambul.

Dengan bantuan Shemsi effendi direktur gues house itu, beliau berhasil menemui beberapa pejabat tinggi untuk menarik perhatian nareka tentang issu Aceh. Pada tanggal 15 mei beliau diterima oleh Shadrazam Mahmud Rusdhi Pasya dan menyerahkan surat dari Sultan mahmud.

Surat khabar Turki juga memberi perhatian besar pada delegasi Aceh itu menulis tujuan kedatangan mareka serta kejahatan dan ketidakadilan kolonial belanda di indonesia, mayoritas koran turki mendukung kasus Aceh mendorong bantuan diplomasi dan militer

Al-Jawaib jurnal arab dengan basis pan islam, mengikuti terus kegiatan Habib abdurrahman dari dekat. Sedangkan koran turki lainnya Basiret menulis tajuk utamanya dalam beberapa terbitan tentang Aceh dan hubungan masalalu Aceh-turki dan mengharap kapal perang Turki di kirim ke Aceh.

Koran pemerintah berbahasa prancis La Turquie meminta khalifah mengambil langkah untuk melindungi hak negara islam  Aceh Pada tanggal 9 juli 1873, koran Basiret menulis bahwa pemerintah khalifah telah memutuskan untuk mengirim delapan kapal perang tempur dan salah satunya akan di tempatkan di pangkalan Aceh secara permanen. Namun para perwakilan eropa di Aceh memprotes keputusan tersebut, mereka memaksa  pemerintah untuk  nengeluarkan pernyataan resmi bahwa itu berita hoax dan melarang basiret terbit selama lima hari karena berita hoax dan provokatif tersebut.

Berita Basiret  sampai ke Penang melalui agen kantor berita rauters dan segera sampai ke Aceh pengaruh berita ini membuat heboh Aceh dan sekitarnya, mendorong rakyat bersemangat untuk menentang Belanda.

Kehadiran delegasi Habib Abdurrahman membuat dubes Belanda dan perwakilan eropa khawatir. Belanda mengutuskan Antoire scassaro untuk mengikuti Habib Abdurrahman dan melapor kegiatan-kegiatan habib selama berada di Turki. Belanda juga mencari dukungan dari beberapa kekuatan eropa untuk tidak mendukung Aceh. Hasil nya prancis, russia, jerman, austria, italia dan inggris meminta kepada menteri luar negeri Turki Saffet bey untuk tidak mengintervensi perang Aceh Belanda.
 
Dubes Prancis de vague menegaskan arbitrasi turki tidak akan berhasil karena ditolak oleh Belanda. Duves Russia Jendral Ignatiev pun menolak keterlibatan Turki dan mengajak eropa agar berhati-hati dengan PAN islam. Setelah pernyataan mengenai Aceh di tutup dengan dukungan ke arah Belanda. Dubes Belanda Heldiever  berkata "kami berhutang budi untuk hal ini kepada jendral Ignatiev"(antoni read).

Utusan Aceh di terima dengan hangat oleh Sultan Turki yang nengutarakan rasa simpati atas proposal perlindungan kepada Aceh. Petinggi pemerintah khalifah mengambil jalan tengah dalam beberapa bulan Aceh menjadi pertanyaan penting dan tak terselesaikan di istambul, kasus Aceh didukung oleh petinggi reformis, menteri keadalian Mithad pasya mengkritik barat dan menyakin kan Sultan harus berbuat sesuatu setidaknya menawarkan arbitrasi kepada Belanda yang akan mendorong upaya diplomatis kepada rakyat Aceh.

Mithad pasya juga menyarankan pemberian bintang majedi utama kepada Sultan Aceh dan bintang madya untuk Habib Abdurrahman.

Menteri Luar Negeri saffet pasya menangguhkan pandangan Barat terutama inggris pada tanggal 5 mei 1873, saffet pasya meminta Dubes  di London Mausurus pasya untuk mempertanyakan sikap resmi Inggris dalam masalah Aceh, jawaban inggris adalah meminta agar turki tidak melakukan Intervensi karena ini bukan perang agama.

Atas tekanan barat saffet pasya memberi garansi kepada Belanda pada tanggal 15 mei 1873 bahwa turki tidak akan mengajukan arbitrasi dalam perang Aceh, Habib Abdurrahman bertemu dengan Menlu turki yang baru ditunjuk Rashid Pasha, beliau belum mendapat dukungan positi, Rashid pasya nengarakan awal juni bahwa aceh terlalu jauh dari Turki untuk mengambil tindakan, perwakilan barat pun gerah dengan kehadiran utusan Aceh dan berharap Turki segera mengusirnya.

Abdurrahman kembali mengingatkan Turki bahwa Aceh telah diterima sebagai vassal Turki dalam Firmab yang di berikan kepada Sultan mansur syah pada tahun 1851 untuk memperbaharui  perlindugan sejak zaman sultan Selim dimana bendera Turki telah berkibar di perairan Aceh. Atas desakan Habib Abdurrahman kepala arsip kerajaan akhirnya menemukan dua firman yang dimaksud itu salah satu nya Surat Sulatan Salem 11 kepada raja Aceh Alaidin riayatsyah Alkahar yang satu lagi Surat Abdul majid kepada sultan mansyur syah tahun 1881. Menurut kedua surat tersebut sultan Aceh telah menerima kekuasaan Turki dan Sultan mansyur syah di anugerahi bintang Majidi khalifah oesmaniyah.

Penemuan dua surat tersebut membuat media Turki gempar dan ide PAN islam berkembang untuk mendukung permintaan Aceh, dokumen ini di bawa ke kabinet pada tanggal 13 juni, namun tidak cukup meyakinkan pejabat Turki, mereka beranggapan surat tersebut murni untuk membangun hubungan religius bukan politik.

Menlu Turki yang baru Rashid pasya menyarankan sebuah protes disampaikan kepada Belanda dan penghargaan khalifah diberikan untuk Aceh akan tetapi yang lain berfikir Aceh terlalu jauh dari Turki untuk bisa mengirim bantuan, akhirnya kepada Utusan Aceh di jelaskan bahwa firman tersebut  mengacu pada urusan agama bukan politis dan tidak bisa diartikan sebagai jaminan perlindungan kepada Aceh, artinya Turki tidak mau ikut campur dalam urusan Aceh dengan Belanda.

Tentu saja hasil ini membuat Dubes Aceh Habib Abdurrahman azzahir kecewa, lantas beliau mengirim surat ke kantor sadrazam pada juni 1873 melaporkan bahwa berdasarkan telegram yang beliau terima Belanda telah mengepung Aceh dari laut, tapi rakyat Aceh terus melawan dan kembali mengulangi pernyataan bahwa kedua negara memikiki ikatan historis masa lalu, beliau mengeluh atas sikap Turki mengenai Aceh dan nendesak khalifah agar mengeluarkan Firman sekaligus memberi penghargaan kepada Raja Aceh.(surat HAA kekantor PM turki tanggal 28/6/1873

Suasana semakin memanas pada juli 1873 ketika Dubes Russia Ignatiev nengetahui ada dukumen baru dari Aceh yang baru sampai ke istambul, dokumen ini di perlihatkan kepada Dubes rusia dikantor Rashud pasha di kanlica, dokumen ini di tanda tangini oleh Sultan Aceh dan dokumen lain yang di tanda tangani dan di cap oleh lima raja dan 20 petinggi Aceh.

Dalam dokumen tersebut dinyatakan bahwa Aceh menyerahkan kekuasaan kepada Sultan Turki dan meminta Turki menunjukkan gubernur untuk mengatur Aceh, setelah Melihat dokumen tersebut Sultan Turki atas desakan Mithad pasha memerintahkan menulis surat resmi kepada pemerintah Belanda.

Tekanan dari barat memastikan bahwa surat tersebut hanya proposal kosong dengan halus tentang mediasi antara Aceh dan Belanda, sebuah surat dibuat untuk menawarkan mediasi bagi keuntungan Belanda dan mendorong sisi kemanusiaan untuk menjaga perdamaian dan harga diri khalifah dimata Aceh, ikatan sejarah Aceh-turki disingkirkan dan peringatan dengan hormat di berikan kepada Belanda untuk tidak melanjutkan aksi militernya di Aceh.

Proposal arbitrasi ini tidak mengubah keadaan belanda menolak intervensi dalam urusan Aceh, dengan menegaskan bahwa Aceh bukan hanya mencari perlindungan turki tapi juga dari negara lain, belanda menegaskan bahwa belanda memberi kebebasan dalam beragama bagi masyarakat Islam dan bahwa perang di Aceh bukan perang Agama, sebaliknya Belanda menyalahkan Aceh karena mengingkari persetujuan Belanda-Aceh Tahun 1857.

Jawaban ino menentukan nasib utusan Aceh di istambul pada tanggal 17 desember 1873 kerajaan Turki menganugerahi penghargaan kelas dua kepada Habib Abdurrahman dan surat dari Sadrazam kepada Sultan Aceh menjelaskan usaha turki membantu Aceh.

Surat ini mengungkapkan penghargaan atas surat sultan Aceh dan atas kesetiaan kepada khalifah dan permintaan peninjau ulang hubungan Aceh turk, kedatangan utusan Aceh membawa kebahagian kepada khalifah keputusan pada 3 maret 1873 dijelaskan bahwa Abddurhaman azzahir meninggalkan Istambul pada tanggal 18 desember  menuju Mekah almukaramah, bersama rekannya Abbas efendi seorang pedagang  lada dari Aceh dan tiga pembantu nya bernama faradi, abdullah dan yafer(antoni read adifa).setelah kembali ke Aceh Habib Abdurrahman terus berjuang melawan Belanda bersama Tgk chik ditiro dan akhirnya menyerah setelah jatuh nya benteng seunelop, beliau pergi ke Jeddah tahun 1878 dan wafat disana.

Permintaan bantuan kepada Turki juga dilakukan pada tahun berikut nya ketika sedang berkecamuk perang.pada tanggal 21 november 1893 Sultan Aceh Muhammad Daudsyah dan Tuanku Hasyim mengirik surat kepada Turki untuk meminta bantuan, tetapi surat tersebut jatuh ketangan Belanda

Pada tahun 1897 sekali lagi Sultan Muhammad Daudsyah mengirim surat kepada khalifah via konsulat turki di Batavia. Surat tersebut dikirim oleh seorang Arab-indo tengah malam untuk menghindari monitor dari pihak Belanda.

Meski pun beberapa permintaan ini sampai ke turki, hal ini tidak mengubah keadaan di Aceh sampai Sultan Muhammad Daudsyah tertawan tahun 1903. Adifa Aceh adalah kawan jauh Turki perang Aceh Belanda pun tetap berlangsung bantuan tak kunjung datang.(sumber: facebook Atjeh Gallery)