Penanganan Orang dengan Gangguan Jiwa di Lhokseumawe

Penulis : Penulis
Editor : Tim Editor Marjinal
Mai 10, 2023 03:41
0

Penanganan Orang dengan Gangguan Jiwa di Lhokseumawe
Ilustrasi, ODGJ

Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Indonesia, termasuk Aceh, semakin meningkat belakangan ini,  Aceh berada di peringkat enam. 

Data Kementerian Kesehatan 2019 menunjukkan, prevalensi skizofrenia/psikosis di Aceh sebanyak 8,7 persen per 1.000 rumah tangga. Ini berarti, dari 1.000 rumah tangga di Aceh terdapat 8,7 rumah tangga memiliki anggota yang mengidap skizofrenia/psikosis.  Angka 8,7 persen berada di atas rata-rata angka nasional, yakni 6,7 persen.

Kondisi ini sangat memprihatinkan, akurasi angka tersebut memang bisa diverifikasi secara kasat mata di jalanan hampir disetiap ruas jalan di Aceh bisa ditemukan ODGJ termasuk Lhokseumawe. 

Kasus terakhir di Lhokseumawe, ada ODGJ mengamuk dan merusak mobil warga yang sedang parkir di pinggir jalan dengan parang. Sebelumnya juga ada pemukulan yang dilakukan terhadap siswi yang baru pulang sekolah oleh ODGJ yang sering mangkal dikawasan terminal lama kota Lhokseumawe.

Kepala Seksi Penyakit Tidak Menular (PTM) Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan Lhokseumawe, Ns. Fauzan Saputra S Kep MNS mengakui memang terlihat puluhan ODGJ berkeliaran di jalanan dalam wilayah kerjanya.

“Namun itu semua bukan berasal dari kota Lhokseumawe ada juga dari Aceh Utara dan Bireun, bahkan ada di antara mereka yang tidak memiliki identitas, sehingga ketika ada razia, tidak diketahui asalnya” kata Fauzan.

Data Dinas Kesehatan Lhokseumawe menyebutkan angka Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ) sebanyak 567 Orang. Data itu diperoleh dari hasil pendataan yang dilakukan petugas puskesmas di 4 Kecamatan. Terbanyak di Puskesmas Banda Sakti 146 pasien, kemudian disusul Puskesmas Muara Satu 120 pasien,  Puskesmas Mon Gedong 96 pasien, Puskesmas Blang Mangat 69 pasien, Puskesmas Muara Dua 61 pasien, Puskesmas Kandang 44 pasien dan Puskesmas Blang Cut 30 pasien.

Hasil Assesment Tim dinas Kesehatan Kota Lhokseuamwe diketahui, faktor penyebab orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di daerah ini antaranya karena kecanduan narkoba selain itu juga karena kesulitan ekonomi dan penyakit menahun serta faktor lainnya menyebabkan pasien depresi, sehingga mempengaruhi kejiwaan.

Makanya Pj. Walikota Lhokseumawe Dr. Drs. Imran, M.Si., MA., Cd., sangat serius merespon setiap aktivitas anti narkoba di kawasan ini bahkan ia punya target Lhokseumawe harus bersih dari narkoba.

Pemko Lhokseumawe memberi dukungan penuh setiap kegiatan anti narkoba baik yang dilakukan oleh instansi pemerintah lintas sektoral seperti BNN mapun oleh lembaga swadaya masyarakat seperti LAN (Lembaga Anti Narkoba) ata GANN  (Generasi Anti Narkoba Nasional).

Pj. Walikota Lhokseumawe juga mendukung penuh setiap penindakan yang dilakukan pihak kepolisian dan BNN terhadap pelaku penyalahgunaan narkoba di wilayahnya. 

Saat membuka Sosialisasi kenakalan remaja dan bahaya narkotika bagi milenial yang dilaksanakan oleh GANN di Aula Kantor Wali Kota Lhokseumawe, beberapa waktu lalu. Kepada para pelajar yang hadir ia berpesan agar generasi muda tidak mengorbankan masa depan hidupnya karena terlibat dalam penyalahgunaan narkotika.

Jangan sampai dalam proses mencapai cita-cita dihambat  oleh narkoba daya rusaknya luar biasa, jika sudah terlanjur jadi  pemakai, tidak akan bisa sembuh total meski sudah direhabilitasi yang bisa dilakukan hanya  mengurangi dosisnya hingga terkecil dan terkontrol melalui rehabilitasi.

“ Dampak terburuknya kalian jadi orang gila, atau mati terhina” ungkap Imran pada siswa Sekota Lhokseumawe yang hadir dalam kegiatan itu.

Pemerintah Kota Lhokseumawe memang tidak main-main dengan narkoba yang menjadi salah satu penyebab meningkatnya ODGJ di daerah ini.

Keseriusan tiu ditunjukan dengan lahirnya Peraturan Walikota (Perwal) Lhokseumawe Nomor 15 tahun 2021 tentang Fasiltiasi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba di Gampong Dalam Kota Lhokseumawe.

Dalam perwal itu jelas di intruksikan kepada seluruh aparatur gampong wajib pro aktif terlibat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan narkoba, melkukan pengawasan dan bekerjasama dengan semua pihak yang terkait.

Terkait dengan ODGJ yang masih banyak berkeliaran di jalanan, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Lhokseumawe Safwaliza mengakui ada banyak tantangan yang harus di hadapi namun demikian Dinkes terus berupaya menangani ODGJ tersebut. Dia menegaskan, untuk obat diberikan secara gratis.

“Silakan ke Puskesmas terdekat. Penanganan di Puskesmas sudah sangat memadai dan komprehensif sekarang ini,” kata dia

Obat saja tidak cukup perlu peran keluarga untuk menangani ODGJ ini, namun demikian Dinkes terus berupaya mensosialisasikan kepada keluarga untuk berperan aktif dalam masa pemulihan ODGJ, termasuk merehabilitasi mereka karena kecanduan narkoba.

Info grafis: bakata.net

Tanpa peran keluarga tidak mungkin ODGJ ini bisa dilakukan dengan sempurna contohnya kasus terakhir pembacokan mobil warga di Lhokseumawe oleh ODGJ asal Pusong. 

“ Sebelumnya ibunya yang rajin mengambil obat di puskesmas tapi setelah ibunya meninggal, ia sudah lama tidak minum obat akibatnya kambuh lagi sementara petugas yang menangani dia sebelumnya sudah pindah puskesmas, namun demikian pola yang dilakukan petugas puskesmas selama ini memang proaktif mendatangi pasien di rumahnya, namun tidak mungkin terjangkau semua jika keluarga kurang peduli, malah menurut Fauzan ada yang tidak peduli sama sekali kalau pasien ODGJ meningga, ketika lelah mengurus, ada yang suruh tembak saja, ini tantangan terberat kita”.

Menyangkut tanggung jawab keluarga, keberadaan ODGJ memang menuntut perhatian keluarga seumur hidup. Ada keluarga yang kemudian abai karena menganggap sudah sembuh. Padahal, ketika sudah pulih pun masih membutuhkan perhatian keluarga seperti mengingatkan untuk minum obat secara rutin.

Petugas puskesmas terus memantau pasien, sebagian besar dari mereka kini ada juga yang sudah mandiri.

Meyakinkan keluarga untuk merawat pasien adalah tantangan yang paling berat, sebab dalam beberapa kasus, justru keluarga yang putus asa sehingga ada yang mengambil jalan pintas seperti memasung sementara pasungan terhadap penderita gangguan jiwa sangat dilarang oleh kementerian.

Banyak alasan terjadinya pemasungan, antara lain kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gangguan jiwa dan penanganannya, dan stigma serta disriminasi yang masih diterima oleh ODGJ di lingkungan sekitar.

Solusinya, Keterlibatan Lintas Sektor 
Masalah kesehatan jiwa dapat menimbulkan dampak sosial antara lain meningkatnya angka kekerasan baik di rumah tangga maupun di masyarakat umum, bunuh diri, penyalahgunaan napza (narkotika psikotropika dan zat adiktif lainnya), masalah dalam perkawinan dan pekerjaan, masalah di pendidikan, dan mengurangi produktivitas secara signifikan. 

Hal ini perlu diantisipasi, masalah kesehatan mental, termasuk penyalahgunaan narkoba termasuk di antara sepuluh penyebab utama kecacatan di negara maju dan berkembang. 

Secara khusus, depresi menempati peringkat ketiga dalam beban penyakit global, dan diproyeksikan menempati peringkat pertama pada tahun 2030.

Seiring dengan meningkatnya masalah gangguan jiwa di masyarakat dan sejalan dengan perkembangan ilmu kesehatan jiwa, maka perlu kepedulian berbagai lintas sektor terkait untuk memberikan pelayanan dan penanganan yang berkualitas bagi ODGJ dan keluarganya, apalagi pelayanan kesehatan jiwa merupakan salah satu standar pelayanan minimal bidang kesehatan, yang perlu menjadi perhatian kita semua.

Tahun 2020 walikota telah mengeluarkan aturan nomor 156 tentang tim pelaksana kesehatan jiwa masyarakat (TP-KJM), dimana keterlibatan lintas sektor dipercayai dapat menurunkan tindakan pemasungan dan penelantaran terhadap ODGJ, yang sampai saat ini masih dilakukan oleh keluarganya.

Apalagi upaya-upaya tertentu, terutama pemberdayaan ekonomi dapat menurunkan angka kesakitan jiwa di masyarakat dan memperbaiki tingkat kemandirian ODGJ  

Keberadaan satpol pp juga polisi untuk menjaga ketertiban baik yang ditimbulkan oleh orang sehat ataupun orang sakit agar kita tidak khawatir melihat pasien jiwa yang sedang tidak stabil.

Selanjutnya penanggulangan masalah kesehatan jiwa tidak hanya sebatas pada saat pasien mengamuk akan tetapi lebih dari itu, seperti yang disampaikan kepala dinas kesehatan bahwa pasien yang sudah mandiri dapat diberdayakan secara ekonomi agar tidak lagi terpuruk dengan kondisi jiwanya.

Kondisi dilapangan beberapa pasien jiwa sudah bisa membantu ekonomi keluarga seperti bekerja untuk memindahkan ikan dari kapal ke agen, dari situ dia akan mendapatkan upah. Kondisi lain juga ditemukan beberapa pasien mengumpulkan barang bekas untuk dijual.

Pj. Walikota Lhokseumawe Dr Imran mengajak semua pihak lintas sektoral untuk bekerjasama secara bersama-sama bertanggung jawab memperhatikan orang yang terkena masalah gangguan jiwa.

"Melalui tindakan pencegahan dan pengobatan dari penyalahgunaan narkoba,terkait kesehatan dan kesejahteraan setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat sebagai manusia,tak terkecuali orang dengan gangguan jiwa",kata Pj Walikota.

Maka dari itu untuk mengembalikan kualitas orang dengan gangguan jiwa dibutuhkan kerjasama antar sektor untuk dapat mengurangi gangguan kejiwaan mereka sendiri tentunya dengan pengawasan dan tim Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe beserta Dinas terkait. 

“Melalui koordinasi antar sektor dan Stakeholder Insyaallah dapat mengurangi kasus gangguan jiwa untuk menuju masyarakat kota Lhokseumawe lebih baik dan maju. Selain itu juga penanganan gangguan jiwa akan tertanda tangani dengan baik” tambahnya 

Para kepala desa diminta  memberikan perlindungan kepada warganya baik itu stigma negatif, diskriminasi, ataupun kekerasan fisik tidak dialami pasien gangguan jiwa. Juga kepada dinas terkait seperti dinas sosial, pemberdayaan perempuan untuk memperhatikan orang dengan gangguan jiwa, jangan sampai ada pasien yang mengalami pelecehan seksual, apalagi sampai melahirkan, selanjutnya anak tersebut tidak ada yang mau merawat. [Adv]