Studi Tiru ke Malang Untuk Pengembangan BumDes di Lhokseumawe

Studi Tiru ke Malang Untuk Pengembangan BumDes di Lhokseumawe
Pj. walikota Lhokseumawe Dr. Drs. Imran, M.Si.,MA.,CD memberikan sambutan saat tiba di Malang Jawaa Timur - Foto : prokopim.lsw

Perkembangan ekonomi berbasis desa sudah sejak lama digalakkan oleh pemerintah melalu program-program unggulannya. Pemerintah terus berupaya mendorong ekonomi desa, salah satunya adalah menggalakkan perkembangan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa).

Keinginan pemerintah untuk perkembangan BUMDes dengan lahirnya Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa, disebutkan bahwa desa disarankan untuk memiliki suatu badan usaha yang berguna untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama kebutuhan pokok dan tersedianya sumber daya desa yang belum dimanfaatkan dan manusia yang mampu mengelola badan usaha sebagai asset penggerak perekonomian masyarakat.

BUMDes pada dasarnya merupakan pilar kegiatan ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial (social institution) dan komer- sial (commercial institution). BUMDes sebagai lembaga sosial harus berpihak kepada kepentingan masyarakat melalui kontribusinya dalam penyediaan pelayanan sosial.

Di Kota Lhokseumawe semenjak tahun 2017 sudah melakukan upaya mengembangkan BUMDes dengan lahirnya Perwal (Peraturan  Walikota  Lhokseumawe)  Nomor 31 Tahun 2017 tentang pendirian, pengurusan dan pengelolaan, dan pembubaran badan  usaha  milik  gampong.

Sampai dengan pertengahan tahun 2023 sudah ada 67 BUMDes yang sudah berdiri di kota lhokseumawe. Banyak hal yang sudah dilakukan oleh pemerintah kota lhokseumawe untuk membantu perkembangan BUMDesa, namun belum membuahkan hasil yang maksimal, ini dapat dilihat dari sebagian besar BUMDes saat ini masih jalan di tempat, bahkan ada yang tidak jalan sama sekali.

Penjabat (Pj) Wali Kota Lhokseumawe Dr. Drs. Imran, M.Si, MA.Cd dengan beragam inovasi dalam upaya mengembangkan BUMDes, salah satunya dengan mengajak ikut bersama 23 Keuchik melakukan study tiru ke Pemerintah Kota Batu, Kamis (10 /8/23).

Menurut Imran, Sebelum dipilihnya Kota batu sebagai kota tujuan study tiru para keuchik Kota Lhokseumawe, pemerintah Kota Lhokseumawe  sebelumnya telah melakukan kunjungan juga ke Kota Malang untuk mempelajari kekuatan pertanian menjadi penopang perkembangn kota seperti objek parawisata, UMKM dan ketahanan pangan.

"Kami belajar success story yang dimiliki beberapa daerah, untuk menambah pengetahuan kami dalam pengelolaan kota," Kata Imran.

Banyak hal yang bisa didapat dari kegiatan studi tiru, studi tiru dilaksanakan dengan salah satu tujuan untuk membawa manfaat, meningkatkan sinergi, dan membangun kerja sama antara masing-masing lembaga pelaksana Studi Tiru. Pada kegiatan Studi Tiru biasanya diisi dengan berbagi praktik baik yang telah dilaksanakan maupun peninjuan di area kerja yang menjadi tujuan sasaran Studi Tiru.

Dalam study tiru ke Kota Batu kali ini, rombongan mengunjugi BUMdes Mayangsari di desa Pesanggarahan Kota Batu yang telah berhasil menciptakan beragam inovasi seperti Art Farming Sawah Rojo yang merupakan sebuah ikon wisata pertanian baru yang memadukan teknologi dan seni, dengan memberikan edukasi dan pengalaman bercocok tanam.

Selanjutnya, para rombongan juga berkunjung ke kelurahan Tulus Rejo, Kota Malang, rombongan meninjau pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui  inovasi Bantaran Barat Mart (BBM), yaitu minimarket milik RW yang dikelola dengan sistem koperasi.

 

Sawah Rejo dan Bantaran Barat Mart (BBM)

Bantaran Barat Mart (BBM)  adalah sebuah Mini Market yang dikelola dengan sitem koperasi  yang menampung usaha mikro kecil, menengah (UMKM) khususnya warga Tulus Rejo, Lokasinya di RW 16 Bantaran Barat Kelurahan Tulus Rejo Kota Malang. Sebuah desa yang berhasil  meraih peringkat dua nasional dalam lomba desa tahun 2019.

Sementara "Sawah Rojo Art Farming” adalah sebuah destinasi pertanian memadukan teknologi dan seni di Desa Pesanggrahan Kota Batu Malang, Jawa Timur. 

Wisata ini menawarkan kepada masyarakat luas dan wisatawan yang berkunjung ke Kota Batu untuk mengikuti kegiatan edukasi dan pengalaman bercocok tanam (Farming Education & Experiences) seperti menanam bibit, merawat lahan hingga memanen hasil pertanian pada lahan hamparan seluas 4.000 meter.

Lahan tersebut disewakan dengan sistem membership sewa kelola lahan dengan berbagai paket ukuran lahan yaitu Luas 50 Meter Persegi dengan harga sewa Rp 3.000.000 dan Luas 100 Meter Persegi dengan harga sewa Rp 5.000.000 dengan masa sewa selama tiga bulan. Dilahan tersebut para penyewa menjadikan aktivitas berkebun sebagai rekreasi keluarga.

Dengan harga paket sewa kelola lahan tersebut para member sudah mendapatkan fasilitas perawatan lahan selama tiga bulan, tersedia 27 lebih varian tanaman seperti varian tomat, varian cabe, varian wortel, varian jagung, paprika, kacang panjang, terong ungu, okra, padi merah, kubis, pacoi, kailan, andewi, selada krop dan masih  banyak lagi dan tentunya sangat menyehatkan tubuh bila dikonsumsi, dan khusus para member berhak mendaptan Free Lunch ala desa setiap bulannya selain sayuran dan buah-buahan yang dipanen menjadi hak para member sepenuhnya selama masa sewa.

Para member yang hadir tentunya akan membawa jejaring baru bagi petani, sangat dimungkinkan adanya peluang kerjasama lebih jauh lagi dengan petani seperti terbukanya akses pasar langsung hingga kerjasama strategis lainnya yang bersifat Business To Business.

Transfer knowledge juga akan terjadi secara alamiah, saling tukar pengalaman dan keilmuan antara para member dengan petani, baik dalam hal alih teknologi pertanian hingga kisah - kisah kehidupan lainnya.

Inspirasi dari para member yang mempunyai latar belakang profesi beragam diharapkan menjadi motivasi bagi petani muda di desa untuk berkarya di tanah kelahirannya sendiri, tidak perlu berkarir ke kota, sebab banyak potensi desa bila dioptimalkan akan menjadi pusat perekonomian yang luar biasa dan tetap ramah lingkungan, menjaga konservasi lahan dan senantiasa mempertahankan kearifan lokal.

Sawah Rojo Art Farming sebagai manajemen professional juga melibatkan generasi millenial desa sebagai petani muda yang siap meneruskan perjuangan nenek moyangnya dalam menjaga ketahanan pangan, tentunya dengan model pertanian kekinian.

Petani Millenial di bekali dengan mindset industri 4.0 seperti Internet Of Things, Big Data, Artificial Intelligent, Robotic hingga Cloud Computing yang melibatkan  bertani dengan Teknologi Digital.

Selain itu kawasan ini juga berpotensi menjadi bahan konten kreatif , dijadikan sebagai latar set lokasi film, mewujudkan e-commerce pertanian , platform logistics dan  berbagai  konten kreatif lainnya. [Adv]