Dorong Kemandirian Pangan Berkelanjutan, Pemko Lhokseumawe Bangun kawasan Sentra Bawang Merah
LHOKSEUMAWE – Jelang hari besar Islam dan tradisi kearifan lokal seperti megang dan Maulid Nabi Muhammad SAW di Aceh khusunya Lhokseumawe, harga bawang merah melonjak tajam. Apalagi saat bencana banjir melanda beberapa kawasan, ibu-ibu rumah tangga mulai gelisah karena pasokan yang terbatas memicu kenaikan harga yang fantastis. apalagi pasokan bawang merah di pasar-pasar tradisional di kpta Lhokseumawe impor dari Brebes dan Pidie Jaya.
Badan Pusat Statistik (BPS) nasional menyebutkan bawang merah adalah komoditas pangan penyumbang inflasi bulanan tertinggi, yakni sebesar 30,75 persen month-to-month (mtm) bahkan menurut Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti kondisi ini berlangsung sejak periode Januari 2021 sampai April 2024, akibat harganya yang fluktuatif, berubah dengan sangat cepat karena gagal panen atau hambatan pengiriman.
Sejauh ini hampir semua kawasan di Indonesia mengandalkan pasokan bawang merah dari Brebes Jawa tengah, termasuk Kota Lhokseumawe.
Ketergantungan impor bawang dari Brebes dan Pidie Jaya menjadi salah satu penyebab ketidakstabilan harga bawang di kawasan ini, karena itu Pemerintah Kota Lhokseumawe mulai mencanangkan budidaya bawang sebagai salah satu komoditi prioritas di beberapa kawasan di kecamatan Blang Mangat dengan memanfaatkan lahan tidur.
Penanaman Bawang Perdana di Blang Buloh kecamatan Blang mangat Kota Lhokseumawe
Penanaman perdana dilakukan di Desa Blang Buloh Kecamatan Blang Mangat bersama Kelompok Inovasi Tani Mandiri pada laha lahan seluas 10 hektar, Sabtu (6/1/24) lalu.
Pj. Walikota Lhokseumawe A. Hanan, SP., MM, mengatakan, untuk membantu percepatan terwujudnya kawasan sentra bawang merah ini, kementerian pertanian membantu 7.500 kg bibit bawang merah serta 3,5 ton pupuk.
"Sumbernya anggaran dari Kementerian tahun 2023, namun pelaksanaannya baru berlangsung 2024, ada 10 hektare lahan tersebat di lima titik,” tuturnya.
Disebutkan, pengembangan bawang merah ini dikawal khusus oleh penyuluh pertanian, Hanan berharap penanaman bawang merah ini mampu meningkatkan ekonomi daerah setempat.
Jika areal penanamannya baik dan subur serta perawatannya bagus, hasil panennya bisa mencapai 13 ton. Kawasan ini nantinya diharapakan bisa menjadi sentra bawang merah di Kota Lhokseumawe sebagai upaya menjaga ketahanan pangan.
"Lahannya dipinjam pakaikan oleh warga, pengolahan tanah juga dilakukan secara swadaya secara manual, pemerintah yang menyediakan bibit, pupuk, sejauh prosesnya berjalan lancar" ungkap sekretaris kelompok tani inovasi mandiri, Hamdani.
Untuk percepatan pengembangan kawasan sentra bawang merah di wilayah ini melalui Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Pangan (DKPPP) Kota Lhokseumawe juga berkolaborasi dengan Universitas Syiah Kuala (USK) dan kembali malakukan penanaman bawang bersama kelompok Tani Hudep beusare di Desa Paloh Batee, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe, Minggu (18/8/24).
Plt Kepala DKPPP Kota Lhokseumawe A. Haris S.Sos M.Si mengatakan kerjasama itu bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produksi bawang merah di Lhokseumawe.
“Kami percaya bahwa keterlibatan USK sebagai tim ahli akan membawa dampak positif yang signifikan dalam meningkatkan kapasitas produksi bawang merah di Kota Lhokseumawe” (Pj. Walikota Lhokseumawe, A.Hanan, Sp.MM)
Ketua Tim Ahli USK Prof Dr. Ir. Rina Sriwati M.Si mengatakan USK sangat antusias terlibat dalam kegiatan tersebut, dengan kombinasi pengetahuan akademis dan praktik lapangan, dia berharap dapat membantu DKPPP Kota Lhokseumawe dalam mewujudkan target-target pengembangan kawasan bawang merah ini.
“ Tentunya dengan penerapan Good Agriculture Practice (GAP)," ujar Prof Rina.
Kawasan sentra bawang merah merupakan harapan besar Pemko Lhokseumawe yang diharapkan dapat memberikan kontribusi pada peningkatan ekonomi lokal melalui pertumbuhan sektor pertanian yang berkelanjutan.
Pj. Walikota Lhokseumawe melakukan Panen Bwang Perdana di Paloh Batee Muara Dua, hasil pendampingan USK
65 hari setelah penanaman, hasilnya mulai terlihat nyata, 9 ton bawang berhasil dipanen dalam lahan seluas 1 hektar.
Panen perdana dilakukan pada Minggu, (27/10/24), yang dihadiri Pj. Walikota Lhokseumawe dan Prof Rina yang juga ketua Program Studi Doktor Ilmu Pertanian (DIP) Pascasarjana USK.
Keberhasilan ini tidak lepas dari penerapan teknik budidaya yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, dengan mengurangi penggunaan bahan kimia berbahaya.
A. Hanan, memberikan apresiasi dan ucapan terima aksih kepada USK yang memilih Kota Lhokseumawe sebagai lokasi proyek.
"Saya sangat mengapresiasi upaya bersama ini antara Pemko Lhokseumawe dan Universitas Syiah Kuala. Jangan hanya melihat dari hasil panen yang hari ini, namun lebih kepada proses pembelajaran budidaya yang berkelanjutan. Produksi tanpa bahan kimia ini sangat penting untuk menjaga kualitas tanah dan lingkungan," ungkapnya
Hanan mengatakan program ini sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat dalam upaya menjaga stabilitas harga pangan dan mengendalikan inflasi. Dengan meningkatkan produksi pangan lokal, diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada impor dan memperkuat ketahanan pangan nasional. Ia berharap pendampingan seperti ini dapat terus dilakukan untuk meningkatkan kapasitas petani di wilayahnya.
“Program ini kita harapkan dapat mendorong para petani untuk mengatur pola tanam yang lebih baik, bawang merah dapat disimpan lebih lama, hingga enam bulan ke depan tentu saja ini akan sangat membantu dalam menstabilkan harga di pasaran dan mencegah terjadinya fluktuasi harga yang sering terjadi pada komoditas ini’ tambahnya.
Prof Rina menyampaikan bahwa pendampingan untuk petani bawang di Gampong Paloh Batee meliputi penanaman varietas bawang Bauji dan Nganjuk.
Selama pendampingan, tim USK menemukan bahwa faktor cuaca menjadi kendala utama yang mempengaruhi hasil panen bawang.
“Fluktuasi cuaca seperti curah hujan yang tidak menentu dan suhu yang ekstrim dapat berdampak negatif pada pertumbuhan tanaman, karena itu diperlukan strategi khusus seperti pemilihan varietas yang tahan terhadap cuaca ekstrem dan penerapan teknik budidaya yang tepat untuk mengatasi tantangan ini” jelas Prof Rina.
Meskipun proyek ini berakhir, Prof Rina mengatakan Fakultas Pertanian USK akan terus mendampingi petani sehingga nanti bisa berhasil dalam penanaman dan panen bawang dan menjadikan Kota Lhokseumawe sebagai salah satu sentra bawang di Aceh.
“Jika sentra bawang Merah berhasil dibangun di Lhokseumawe, maka persoalan harga karena kelangkaan pasokan tidak lagi manjadi masalah karena produksi sudah mencukupi dan inflasi bisa ditekan, masyarakatpun khususnya kaum ibu tak perlu lagi gelisah saat datang musim kenduri” pungkas Hanan. [ADV]