Lhokseumawe, No Bullying
Kekerasan yang melibatkan remaja kian marak di Kota Lhokseumawe, pada awal tahun 2023 misalnya Polsek Banda Sakti mengamankan 13 remaja menggunakan senjata tajam yang melakukan pengeroyokan terhadap seorang remaja di Lapangan Jenderal Sudirman, korban bahkan menngalami luka bacok dibagian kaki.
Malam kedua lebaran Senin (24/4/2023), , Sekira pukul 03.00 WIB sekelompok remaja kembali terlibat tawuran di pusat perbelanjaan Indomaret Simpang Kutablang, Banda Sakti, Kota Lhokseumawe
Bulan lalu, Minggu (23/7/23) pukul 01.00 WIB Polisi mengamankan lima remaja diduga hendak melakukan tawuran dikawasan Gampong Ujong Blang, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe,
Belum lagi kasus penculikan dan penganiayaan yang dilakukan oleh sekelompok remaja di pasar Buah Kota Lhokseumawe, korban disekap dan disiksa hingga mengalami trauma dan luka parah. Dan banyak lagi kasus-kasus lainnya yang dilakukan oleh para remaja di jalanan sejak dua tahun terakhir di Kota Lhokseumawe.
Parahnya para pelaku kekerasan tersebut mereka adalah pelajar SMP dan SMA yang membentuk Genk dan berani melakukan kejahatan di luar sekolah secara terbuka.
Beberapa kali mereka diamankan oleh Polresta Lhokseumawe dan dilepaskan kembali untuk menjalani pembinaan karena masih dibawah umur.
Intelkam Polres Lhokseumawe menyebutkan ada sekitar 20 kelompok genk remaja yang menjadi pantauan kepolisian di Kota Lhokseumawe, mereka melakukan tindak kekerasan dengan senjata tajam dan Bullying kepada remaja lainnya.
Perilaku remaja tersebut menjadi perhatian khusus Pj. Walikota Lhokseumawe Dr. Drs. Imran, M.Si., MA., CD.
“ Saya intruksikan keada Satpol PP-WH bekerjasama dengan kepolisian untuk melakukan patroli saat jam sekolah jika ada pelajar yang berkeliaran langsung ditangkap dan dilakukan pembinaan” ujarnya.
Imran yakin mereka yang berani melakukan tindak kekerasan di luar juga berpotensi melakukannya di lingkungan sekolah, bisa secara terbuka maupun tertutup.
Melihat perilaku remaja saat ini di Kota Lhokseumawe, maka Imran yakin ada potensi Bullying disekolah, maka ia mendatangi sekolah-sekolah untuk berdiskusi tentang masalah ini sekaligus melakukan sosialisasi dan bertemu langsung para siswa.
Menurut Imran, sekolah harus menjadi garda terdepan dalam membina para pelajar tersebut dan memastikan tidak bullying dan kekerasan di kalangan pelajar dan siswa dalam wilayah Kota Lhokseumawe.
Imran menjelaskan, Bullying atau perundungan merupakan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok anak yang lebih kuat dan punya kekuasaan (power) kepada anak lainnya yang lebah baik secara fisik maupun mental.
“ Nah mereka yang berkelompok ini cenderung punya power, mereka berpotensi untuk membully, karena itu para guru disekolah harus memantau mereka secara khusus” kata Imran.
Diingatkan, aturan disekolah sekarang sudah di perketat, pelajar terlibat tawuran akan diberikan dua opsi yaitu pernyataan keluar dari sekolah atau pernyataan keluar dari Kota Lhokseumawe dan jika ada yang tertangkap Imran minta wajib diberikan sanksi jera untuk pembelajaran jika perlu oleh kepolisian.
Orang tua dihimbau agar mengawasi anak-anaknya, mereka jangan dibiarkan berkeliaran hingga larut malam apalagi di atas jam 01.00 WIB. Karena berdasarkan pengalaman dari beberapa kasus tawuran dan kekerasan terjadi usai tengah malam’
“Jika belum pulang hingga larut malam seharusnya dicarikan, atau dipertanyakan kemana? dimana? Dengan siapa bergabung, disini peran orang tua diperlukan sehingga angka ini bisa ditekan selain itu juga perlu perhatian terhadap perilaku anak di rumah, misalnya dia mulai begong sendiri, enggan ke sekolah, ditanyakan ! jangan-jangan dia korban bully, segera laporkan! Sehingga tidak berlarut-larut dan masalahnya bisa segera di atasi oleh pihak sekolah” pesan Imran.
Saat melakukan kunjungan ke Sekolah Sukma Bangsa dan SMA Negeri 1 Lhokseumawe, bersama Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lhokseumawe A. Haris, S.Sos, M.Si, Senin, (08/05/23), Imran meminta agar Sekolah dapat menjadi Promotor anti Bullying.
Dikatakan, sekolah menjadi ujung tombak pembangunan karakter siswa. Dibutuhkan peran penting dan kolaborasi guru, kepala sekolah dan juga orang tua.
“ Kita harus bersikap tegas terhadap prilaku bullying dan kekerasan di kalangan siswa dan remaja, bina, beri sanksi, tak juga berupah, keluarkan dan tidak boleh diterima lagi disekolah dalam wilayah Lhokseumawe” tegasnya.
Pihak sekolah harus memantau, sekarang tindakan bullying di sekolah sedang marak hingga saling serang lewat media sosial, kata Imran Ini menjadi tugas kita bersama, isu bullying atau perundungan masih menjadi isu yang penting untuk terus dibahas.
Imran menyampaikan kepada pihak sekolah untuk membina anak-anak yang terlibat tawuran, dan bullying beberapa kali. Namun apabila siswa yang sama masih melakukan kekerasan, maka dapat dikembalikan pada orang tua.
"Kalau ketiga kali tidak bisa diperingati, maka silahkan saja suruh cari sekolah di luar Lhokseumawe yang mungkin bisa melakukan aksi bullying dan tawuran," tegas Imran.
Mengenal Bullying
Bullying merupakan perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja dan terjadi berulang-ulang untuk menyerang target atau korban yang lemah, mudah dihina, dan tidak dapat membela diri sendiri.
Bullying merupakan tindakan intimidasi yang dilakukan pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah. Tindakan penindasan ini dapat diartikan sebagai penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau kelompok sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tidak berdaya.
Bentuknya dapat bersifat fisik, seperti memukul, menampar, dan memalak. Di samping itu, juga dapat bersifat verbal, seperti memaki, menggosip, dan mengejek, serta psikologis seperti mengintimidasi, mengucilkan, mengabaikan, dan mendiskriminasi. Kekerasan dan perilaku negatif ini dapat terjadi di luar maupun di dalam sekolah.
Pelaku bullying terbentuk bukan karena berbakat, bisa jadi karena pernah menjadi korban penindasan. Mereka pernah ditindas, menyaksikan penindasan, dan sampai pada akhirnya tiba mereka menindas.
Mereka biasanya para anggota senior yang mempunyai kedudukan penting, kemampuan yang lebih, atau anggota suatu kelompok (Genk).
Arogansi dan kecenderungan senior melakukan kekerasan terhadap junior dapat dipengaruhi oleh modernisasi, khususnya pengaruh teknologi informasi (IT), di samping pola asuh orang tua.
Selain itu juga dipengaruhi oleh dendam karena dulunya pernah mendapat intimidasi dari senior, kemudian melampiaskan kepada juniornya.
Dalam kehidupan sehari-hari tindakan bullying cenderung disepelekan dan kurang mendapat diperhatikan karena dianggap tidak berbahaya.
Membiarkan atau menerima perilaku bullying, berarti memberikan dukungan kepada pelaku dan menciptakan interaksi sosial yang tidak sehat sehingga menghambat pengembangan potensi diri secara optimal.
Terjadinya bullying di sekolah merupakan suatu proses dinamika kelompok karena ada pembagian-pembagian peran yaitu bully, asisten bully, reinforcer, victim (korban), dan outsider.
Bully, yaitu siswa yang dikategorikan sebagai pemimpin yang berinisiatif dan aktif melakukan penindasan.
Asisten, juga terlibat aktif dalam perilaku bullying, tetapi ia cenderung tergantung atau mengikuti perintah
Reinforcer adalah mereka yang ada ketika kejadian bullying terjadi ikut menyaksikan, menertawakan korban, memprovokasi pelaku (bully), mengajak siswa lain untuk menonton dan sebagainya.
Outsider adalah orang-orang yang tahu bahwa hal itu terjadi, tetapi tidak melakukan apapun, seolah-olah tidak peduli.
Bullying juga dapat terjadi karena pelakunya (Bully) tidak mendapatkan konsekuensi negatif dari pihak guru atau sekolah. Sehingga pelaku akan memersepsikan bahwa dirinya justru mendapatkan pembenaran, bahkan memberinya identitas sosial yang membanggakan.
Pihak-pihak outsider, seperti guru, murid, orang-orang yang bekerja di sekolah, orang tua, walaupun mereka mengetahuinya namun tidak melaporkan, tidak mencegah, dan hanya membiarkan saja tradisi ini berjalan karena dianggap wajar. “ Inilah penyebab bertahan dan tumbuhnya bullying di sekolah-sekolah. [ADV]